Demikian dikatakan Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk dalam diskusi di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (14/11).
"Penantang itu jadi penting juga, karena mereka bergerak diam-diam. Sementara incumbent lebih mudah dilihat oleh publik karena masih menjabat," ujar Hamdi.
Kubu penantang, kata Hamdi, cenderung melakukan delegitimasi kepada kubu incumbent. Mereka menyerang lewat argument tandingan yang sebelumnya dibuat oleh kubu petahana.
"Penantang bisa lakukan delegitimasi kepada kubu petahana dengan memberi kritikan, dia bikin argument tandingan," kata Hamdi.
Menurutnya, hal itu merupakan pernyataan ke publik jika penantang lebih pantas menjadi pemimpin. Selain mendelegitimasi argumen, delegitimasikan juga dapat dilakukan pada karakter perorangan.
"Bilang lah orang itu bininya empat kalau sekarang petahanan PKI, anti Islam dikeluarkan segala hoax seperti itu," ujarnya.
Delegitimasi tersebut, tambah Hamdi, kembali kepada masyarakat, yang menilai dan menentukan pilihan dalam pilpres 2019 mendatang.
[lov]