Siapapun yang sudah mendapat vonis mati di sana, sulit untuk diringankan terkecuali pihak keluarga korban memaafkan. Namun hal itu jarang terjadi.
Menurut politisi PPP Syaifullah Tamliha, ketentuan itu mengacu pada konstitusi Arab Saudi yakni Al Quran dan Hadist.
"Selama konstitusi Arab Saudi Al Quran dan hadist, nyawa dibayar nyawa, darah dibayar darah, qishash. Ya memang lebih baik memaafkan. Tapi rajanya sendiri juga tidak bisa intervensi hukuman itu kalau keluarganya tidak memaafkan," ucap Tamliha di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (1/11).
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk meringankan hukuman mati, namun hasilnya sering nihil. Saat ini, kabarnya ada 13 WNI yang terancam eksekusi mati karena sudah divonis mati oleh pengadilan setempat.
Menurut Syaifullah, harapan terakhir yang bisa menyelamatkan agar tidak divonis mati hanya dengan diterimanya permohonan maaf dari pihak keluarga.
Sewaktu menjadi Anggota DPRD Kalsel, Tamliha memiliki pengalaman saat tujuh warga Kalsel divonis mati karena membunuh orang Pakistan. Akhirnya pihak keluarga mengampuninya setelah melampaui proses panjang.
"Setelah meninggal neneknya (korban) yang keras, yang tak mau memberikan ampunan, kemudian bapaknya akhirnya bmemberikan ampunan. Itulah tujuh orang warga Banjar yang akhirnya tidak Kadi dieksekusi di dalam hukum qishas di Arab Saudi," pungkasnya.
[nes]
BERITA TERKAIT: