Selesaikan Masalah, Reshuffle Tim Ekonomi Perlu Disegerakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 04 Oktober 2018, 21:28 WIB
Selesaikan Masalah, Reshuffle Tim Ekonomi Perlu Disegerakan
Ilustrasi/Net
rmol news logo Tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) didesak segera melakukan perombakan atau reshuffle kabinet. Langkah tersebut dinilai penting demi menyelamatkan ekonomi Indonesia.

"Tim ekonomi harusnya dirombak karena gagap menghadapi situasi pelemahan ekonomi. Sejak 2015, pertumbuhan ekonomi berkisar lima persen," jelas pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada wartawan, Kamis (4/10).

Menurutnya, hasil kinerja kabinet ekonomi, berdasarkan performa ekonomi Indonesia saat ini, dinilai tidak mampu bersaing. Bahkan, kalah dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina. Kabinet ekonomi yang dimaksud adalah kinerja Menko Perekonomian Darmin Nasution dengan anggotanya seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Di bawah kendali Sri Mulyani, rasio utang Indonesia terus naik. Sementara ketergantungan asing di kepemilikan utang menciptakan capital outflow. Hal itu yang dituding menjadi cikal bakal ekonomi Indonesia menjadi rentan.

"Dari sisi perdagangan pun demikian. Khususnya, reshuffle Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita karena gagal meningkatkan nilai ekspor dan menjaga impor," kata Bhima.

Dia menilai, Menteri Enggar terlalu mudah membuat lisensi impor. Padahal, kebijakan pemerintah seharusnya berdasarkan data yang valid. Di sisi lain, mendag seharusnya bisa melakukan perluasan penetrasi pasar ekspor ke negara-negara alternatif dengan meningkatkan koordinasi antar kementerian untuk menggenjot ekspor.

"Sementara, ekspor pangan juga bermasalah sehingga muncul polemik impor beras. Impor ini yang berisiko kuras devisa dan melemahkan rupiah," ujar Bhima.

Untuk membenahi perekonomian nasional dibutuhkan menteri bidang ekonomi yang bisa fokus menyelesaikan masalah-masalah struktural seperti defisit transaksi berjalan. Soal penjelasan rupiah melemah cukup Bank Indonesia yang punya otoritas berbicara.

"Jangan terlalu banyak menteri yang bicara soal rupiah karena memperburuk sentimen pasar," imbuh Bhima.

Diketahui, sejumlah rapor indikator ekonomi masih merah. BI memproyeksikan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 di bawah 5,2 persen. Hal senada juga diproyeksikan Badan Pusat Statistik yang diprediksi hanya pada angka 5,1 persen. Kedua angka itu di bawah ekspektasi kuartal sebelumnya. Angka tersebut juga jauh dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan APBN 2018 di posisi 5,4 persen. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA