Selain bekal kemenangan, hari itu juga menjadi pembuktian betapa masyarakat Indonesia merupakan kelompok masyarakat yang senang berkumpul. Tradisi silaturahmi tumbuh melalui proses mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dan membina kembali tali kasih yang selama ini terasa berjauhan. Kebahagiaan dan tawa lepas tersaji ketika bertemu sanak saudara di kampung halaman. Inilah hari yang ditunggu untuk melepas penat dari rutinitas dan membangun keharmonian dengan keluarga yang tak selalu setiap hari dapat berjumpa dan berbincang secara akrab.
Inilah hari yang penuh kebahagiaan dan sangat dekat dengan pengamalan konsep Pancasila dalam kehidupan nyata. Nilai Ketuhanan melekat sebab momentum Lebaran adalah sarana refleksi diri atas kesempatan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Bagi umat Islam, hari kemenangan ini tidak saja berarti merayakan secara seremonial dalam bentuk ketupat, kue lebaran, baju baru dan sebagainya. Tapi bagaimana nilai Ketuhanan yang tercermin dalam proses ibadah terus dijaga secara rutin selesai Ramadhan. Keberlanjutan ibadah menjadi sarana efektif agar manusia Indonesia selalu merasa dan semakin dekat dengan Tuhan.
Ada kesempatan mendekat kepada Tuhan melalui shalat bersama di lapangan luas atau masjid. Takbir dikumandangkan bersama lantunan dzikir untuk mengajak manusia semakin dekat kepada Allah sebagai Tuhan yang menciptakannya. Keharmonisan antar umat seagama dijaga dengan kesediaan untuk memberikan maaf secara tulus dan ikhlas. Menyadari dengan rendah hati bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan dan doesa. Untuk yang berbeda agama kebersamaan dijalin dengan memastikan hari Idul Fitri tidak dicederai tindakan radikalisme dan perilaku destruktif yang seringkali muncul dalam momentum hari besar umat beragama.
Rasa kemanusiaan terus dipupuk pada hari Raya Idul Fitri dengan kesediaan untuk memandang manusia dalam kedudukan yang sama dan dibedakan di mata Allah derajat taqwanya saja. Mereka yang fakir, miskin, yatim dan delapan kelompok lainnya diangkat menjadi manusia yang mulia dan berhak merasakan kegembiraan di hari Raya Idul Fitri. Pemberian zakat merupakan cerminan dari rasa keadilan dan peduli kepada sesama manusia. Sementara nilai keadaban dijaga dengan kerelaan hati mengunjungi orang tua dan sanak saudara di kampung halaman untuk saling memaafkan.
Tak kalah penting bagaimana persatuan bangsa muncul dalam kehidupan manusia Indonesia yang heterogen. Kesediaan menerima perbedaan pendapat atas adanya kelompok umat Islam yang berbeda merayakan hari Raya Idul Fitri tidak berujung konflik dan perpecahan. Semua umat Islam apapun suku dan berada di daerah manapun larut dalam kegembiraan, menepiskan perbedaan yang seringkali muncul di kesempatan yang lain. Muncul satu optimisme baru adanya perayaan hari besar agama akan semakin mendorong rasa kebersamaan sebagai sebuah bangsa, sehingga perbedaan yang muncul bukan sebuah penghalang untuk bersatu menjaga kedaulatan Indonesia ke depan.
Momentum Idul Fitri juga mencerminkan nilai keadilan sosial melalui mekanisme pembagian zakat kepada yang berhak menerimanya. Mereka yang berkecukupan mengeluarkan zakatnya untuk saudara sebangsa yang kekurangan kebutuhan duniawi di hari kemenangan tersebut. Di sini kita bisa belajar bagaimana agama dan nilai kebangsaan dipersatukan, bahwa agama mendukung negara untuk menciptakan dan mendorong kesejahteraan bersama. Adanya dorongan agama dalam mendukung kesejahteraan bersama anak bangsa merupakan modal yang kuat dalam mempercepat keinginan negara menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
[***]Penulis adalah pengajar Pancasila Universitas Mercubuana dan Universitas Jakarta
BERITA TERKAIT: