Yunarto bahkan meminta semua pihak untuk ikut mendukung langkah yang diambil oleh KPU tersebut.
"Karena memang harus ada simbolisasi kuat dari elit untuk mencegah terjadinya korupsi dengan menolak orang-orang yang melakukan korupsi. Itu menurut saya shock therapy dalam psikologi politik yang lebih baik dalam sistem politik demokrasi ke depan," katanya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (8/6).
PKPU pelarangan napi koruptor nyaleg belakangan menjadi polemik. Pasalnya, hampir semua pemangku kepentingan menolak usulan KPU. Dari mulai DPR, pemerintah dan Bawaslu karena dinilai bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu.
Mendapat banyak tantangan, Ketua KPU Arief Budiman pun menantang pihak-pihak yang keberatan untuk menggugat ke Mahkamah Agung (MA).
"Tapi memang bukan tidak mungkin akan terkendala ketika digugat ke MA, itu akan sangat mudah dimentahkan karena memang bertentangan dengan UU Pemilu," ujar Yunarto.
Untuk itu, Yunarto menekankan bahwa dirinya juga sepakat dengan usulan Presiden RI Joko Widodo yang mengusulkan kepada KPU untuk membuat PKPU yang jauh lebih taktis.
"Buat saja PKPU diberikan tanda buat orang yang pernah menjadi napi korupsi kemudian diberikan tanda bahwa dia adalah eks koruptor yang pernah mengalami kasus korupsi, mengundurkan diri pada akhirnya untuk maju," pungkasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: