Menarik sekali, penulis menyatakan bahwa Jokowi tidak membutuhkan politisi di kriteria pertama. Atau mungkin maksudnya kader partai politik? Sehingga pilihan akan jatuh ke para teknokrat, terutama para ekonom. Jelas dari semua polling masalah terbesar Indonesia saat ini adalah ekonomi, terutama setelah JK gagal menjanjikan kemakmuran ekonomi kepada Jokowi. Nama yang muncul kemungkinan adalah Sri Mulyani dan Rizal Ramli, keduanya adalah teknokrat.
Sri Mulyani, kemungkinan besar, kecurigaan kami, adalah jantung hati pilihan sang penulis untuk mendampingi Jokowi di 2019. Meskipun publik sebagian sudah sadar, Sri adalah bagian dari masalah saat perekonomian yang sedang stagnan .Karena Sri Mulyani adalah tim ekonomi Jokowi saat ini. Aneh, kan? Berharap ekonomi membaik, tapi menggunakan orang (dan cara) yang sama. Berharap ekonomi Indonesia 2019 meroket tapi dengan pasang Sri Mulyani sebagai wapres? Silakan.
Karena itu si penulis perlu hadirkan kriteria kedua dan ketiga. Kriteria Kedua adalah selebriti media. Penulis berpendapat ada dua menteri yang direshuffle Jokowi dua tahun lalu karena alasan menjadi selebriti di media? Kurang bekerja? Salah satunya adalah Anies Baswedan, yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Artinya setelah dihukum oleh Jokowi karena lebih banyak sebagai selebriti media, beberapa bulan kemudian Anies telah berhasil dipilih rakyat DKI Jakarta menjadi gubernur. Lainnya, Rizal Ramli (RR), dua minggu lalu baru mencapreskan diri. Tuhan dan rakyat yang akan menentukan nasib apa yang akan diraih Rajawali Kepret.
Kriteria ketiga adalah berisik. Si penulis berpendapat Jokowi tidak suka orang berisik. Padahal seperti selalu disampaikan, alasan utama lahirnya jurus Rajawali Kepret adalah untuk “mengusir tikus-tikus pada saat panenâ€. Agar tikus-tikus pergi dan rakyat medapatkan panennya utuh. Sesungguhnya, jurus Kepret adalah bagian sesungguhnya dari Revolusi Mental, karena tidak mungkin korupsi diberantas tanpa kegaduhan.
Tanpa berisik, tikus tak akan pergi. Dalam berbagai kepretan-nya, landasan yang disampaikan RR sebagai Menko selalu faktual dan analitik. Yang kemudian sebagian besarnya menjadi terbukti saat ini, seperti contoh: kasus proyeksi kerugian Garuda Indonesia, proyeksi pembangkit 35 ribu MW yang tidak akan terealisasi penuh, korupsi Pelindo II, dan batalnya pembangunan jaringan pipa BBM seluruh Jawa.
Faktanya, Jokowi bisa bekerjasama baik dengan Wakilnya di Solo (FX Rudyatmo) yang berbeda karakter gayanya. Di DKI Jakarta, Jokowi bisa juga bekerjasama dengan Ahok, yang mulutnya sangat ember, sangat berisik, dan sering tidak faktual serta jauh dari kesan analitis.
Kriteria keempat dari si penulis adalah tidak bisa kerja. Mungkin yang bersangkutan belum sadar, bahwa sudah banyak prestasi RR pada eranya memimpin tim ekonomi Gus Dur selama 15 bulan. Masa di mana Indonesia paling dekat ke Sila Kelima Pancasila, dengan meraih Gini Indeks 0,31- terbaik sepanjang sejarah. Mengangkat pertumbuhan ekonomi dari -0,06% di kuartal III 1999 menjadi 4,9% di akhir tahun 2000. Stabilnya harga pangan dan utang berkurang USD 4,15 miliar.
Kemudian, saat menjadi Menteri Koordinator Maritim selama 11 bulan, RR berhasil membuktikan 19 capaian/terobosan kinerja. (
Klik disini.)
Setelah membaca berbagai rekam jejak terobosannya, justru kriteria ke empat dari si penulis malah memperkuat posisi RR sebagai pendamping.
Makanya kami sejenak menjadi teringat, ke masa dua tahun yang lalu, saat Jokowi baru saja melakukan reshuffle kabinet kedua. Ada komentar cukup menarik dari Wakil Ketua MPR Osman Sapta Odang (OSO), setelah Jokowi mencopot Rizal Ramli dan mengangkat Sri Mulyani dalam kabinet.
“Siapa yang menyangka, Presiden Jokowi bakal mencopot Rizal Ramli. Kenerja Rizal cukup bagus. Bahkan dia menteri yang menonjol. Memang, kita susah menebak Jokowi. Kita bayangkan Jokowi melakukan langkah A, taunya dia jalankan yang B. Kita pikir Jokowi ke kiri, taunya ke kanan. Sulit kita menebaknya,†seperti dimuat di harian Pos Kota (30/7/2016).
Pada tahun 2013, lembaga kami, Lingkar Studi Perjuangan (LSP) pernah mengeluarkan kriteria-kriteria yang sebaiknya dipillih untuk dijadikan pemimpin nasional. Semoga dapat menjadi masukan yang baik bagi si penulis. Pertama adalah integritas. Kedua adalah keberpihakan (kepada rakyat). Ketiga adalah kompetensi.
Dengan kriteria integritas, rakyat dapat yakin bahwa pemimpinnya tidak memiliki masalah hukum, tidak KKN. Keberpihakan jelas adalah karakter yang dirindukan seluruh rakyat tertindas di Indonesia. Kriteria kompetensi menjamin rakyat akan mendapat pemimpin yang mampu mewujudkan mimpinya, menuaikan janji mereka kepada rakyat.
[***]