"Kini posisinya satu lawan 57. Di mana Israel hanya mendapat pengakuan satu negara, sementara Palestina diakui oleh 57 negara," jelas Ketua Hubungan Luar Negeri Ikatan Cendikian Muslim Indonesia (ICMI) Muhammad Najib di Kantor ICMI, Menteng, Jakarta, Rabu (20/12).
Menurutnya, ada hal-hal yang perlu diwaspadai sehingga berpotensi membuyarkan keunggulan itu, sehingga menyebabkan Palestina tidak bisa memetik hasil maksimal dalam pertarungan politik. Sedikitnya disebabkan oleh empat hal.
Pertama, negara-negara yang bersemangat dan menjadi motor penggerak di KTT Istambul hanya Turki dan Indonesia yang notabene bukan bagian dari Arab.
"Sementara negara-negara Arab yang seharusnya berdiri di depan justru nampak kurang bersemangat," ujar Najib.
Yang kedua, negara-negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel disibukkan dengan masalah di negaranya sendiri.
"Mereka berkali-kali mengalami perang," kata Najib.
Yang ketiga, persoalannya adalah sejumlah negara Arab tengah bertikai. Misalnya Arab Saudi yang didukung Mesir, UAE dan Bahrain versus Qatar.
"Lalu Arab Saudi bersama negara-negara teluk yang tergabung dalam GCC melawan Yaman," ujar Najib.
Penyebab terakhir, retorika persaingan perebutan pengaruh di kawasan antara Arab Saudi dengan Iran yang sudah melampaui akal sehat.
"Saudi kini menempatkan Iran jauh lebih bahaya dibanding Israel," bebernya.
Lanjut Najib, tanpa dukungan penuh dari negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab, upaya menekan Israel dan Amerika yang arenanya pindah ke PBB rentan untuk dimandulkan.
"Untuk itu, di samping kerja-kerja politik dan diplomasi yang diarahkan menggalang dukungan dunia internasional, juga tak kalah pentingnya mendorong negara-negara Arab untuk menyingkirkan ego masing-masing," demikian Najib.
[wah]
BERITA TERKAIT: