Tak Punya Loyalitas, Khofifah-Emil Berhadapan Dengan Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Jumat, 24 November 2017, 13:56 WIB
Tak Punya Loyalitas, Khofifah-Emil Berhadapan Dengan Jokowi
Haryadi/Net
rmol news logo Dua pasangan yang sudah muncul dalam Pilkada Jawa Timur, Gus Ipul-Azwar Anas dan Khofifah-Emil kian menegaskan rumor pertarungan antara SBY dengan Jokowi.

Khofifah sendiri, yang diusung Demokrat atau SBY, berhadapan dengan Jokowi. Khofifah, yang masih menjabat Menteri Sosial, jelas-jelas melawan Jokowi, sebab PDI Perjuangan mengusung Gus Ipul.

"Khofifah ngotot maju, meski saya duga sudah coba ditahan oleh Presiden, itu loyalitasnya patut dipertanyakan juga. Saya kira Pak SBY dan Khofifah adalah orang yang punya pikiran sangat praktis," kata pengamat politik yang juga dosen Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, beberapa saat lalu (Jumat, 24/11).

Apalagi, sambung Haryadi, calon wakil gubernur yang diputuskan oleh SBY adalah Emil Dardak, bupati Trenggalek yang merupakan kader PDI Perjuangan. Sehingga kenyataan ini menambah tensi emosi yang lebih tinggi.

"Ada sentimen politik yang menurut saya agak tinggi, ketika PDI Perjuangan berinteraksi dengan Demokrat terutama untuk wilayah-wilayah yang itu menjadi wilayah pertaruhan, dan Jawa Timur adalah salah satunya," ujarnya.

Menurut Haryadi, PDI Perjuangan akan menilai ini sebagai martabat dan harga diri partai. Sebab diyakini tidak sekadar dikoyak-koyak, tapi kemudian Emil dianggap berkhianat dan mencoba seperti menusuk dari belakang.

Haryadi mengatakan, Jokowi tentu saja bisa mengukur loyalitas Khofifah sebagai pembantu presiden yang tidak menuntaskan masa jabatannya demi maju di Pilgub Jatim. Dia menduga, setelah pendaftaran dan penetapan pasangan cagub dan wagub oleh KPU Jatim, Khofifah akan diminta mundur sebagai menteri sosial.

"Mengapa Khofifah ingin maju? Kenapa SBY dan Pakde Karwo yang dua periode menjadi musuh bebuyutan Khofifah itu sekarang tiba-tiba meng-endorse Khofifah? Penjelasannya cuma satu buat saya, yaitu pragmatisme sempit. Pasti bukan karena achievement, nilai, atau ideologi," tegasnya.

Di sisi lain, kata Haryadi, Emil Dardak akan menjadi contoh bagaimana seorang politisi muda yang menjadikan partai hanya sebagai instrumen untuk mencapai kekuasaan politik semata.

"Emil mencoba menunjukkan ideologi itu tidak penting dan Emil ingin menegaskan, untuk mencapai kekuasaan politik maka jalan pragmatis pun itu penting dan menjadi pilihan untuk ditempuh," demikian Haryadi.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA