Mereka meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak mengeluarkan surat keputusan (SK) pelantikan bupati-wakil bupati Intan Jaya terpilih Natalis Tabuni-Yaan Robert Kobogoyaw.
‎Menurut Anner Maisini selaku koordinator unjuk rasa, masyarakat Intan Jaya menilai kemenangan pasangan Natalis-Yaan cacat hukum kendati telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, masyarakat meminta digelar pemungutan suara ulang (PSU).
"Kami meminta SK pelantikan bupati dan wakil bupati ditahan dulu dan dilakukan pemilu ulang," kata Anner kepada wartawan di depan Kantor Kemendagri, Gambir, Jakarta (Jumat, 8/9).
Setelah dari Kemendagri, pengunjuk rasa bergerak ke Gedung MK. Mereka menyebut bahwa institusi yang menjadi benteng konstitusi itu telah cacat hukum dalam memutus hasil Pilkada Intan Jaya 2017. Anner mengatakan, MK telah melanggar putusannya tersendiri dalam memutus Pilkada Intan Jaya.
"MK melanggar putusannya sendiri dengan menghitung semua suara, padahal putusan sebelumnya hanya di tujuh TPS (tempat pemungutan suara). MK tidak konsisten," ujarnya.
Anner memaparkan sejumlah kejanggalan dalam proses sengketa Pilkada Intan Jaya. Pertama, MK telah merujuk pada hasil formulir C1 KWK yang diserahkan pihak pemohon dan laman website KPUD Intan Jaya. Padahal keabsahan data C1 KWK sangat diragukan karena penuh kecurangan. Bahkan, Panwaslu Intan Jaya sendiri tidak memiliki salinan C1 KWK.
"Suara dasar pasangan calon nomor dua Yulius Yapogau dan Yunus Kelabetne sebagaimana sudah ditetapkan dalam berita acara pleno rekapitulasi penghitungan suara oleh KPUD Intan Jaya, berita acara, dan SK KPU Provinsi Papua juga tidak menjadi rujukan oleh MK," jelasnya.
‎MK juga dianggap telah melanggar putusannya sendiri. Sebelumnya, putusan MK memerintahkan KPU provinsi menyelenggarakan PSU hanya di tujuh TPS bermasalah tanpa mengutak-atik hasil perolehan suara yang sudah ada.
"Namun MK mengambil dasar suara melalui website KPUD Intan Jaya. Dengan demikian MK telah melanggar dan mengabaikan proses penghitungan dan rekapitulasi secara berjenjang yang telah dilakukan KPUD," beber Anner.
‎Selain itu, MK juga telah menambah versi baru total perolehan suara Pilkada Intan Jaya. Yakni versi pasangan calon petahana bupati terpilh sebagai pemohon,
versi KPUD, dan versi MK sendiri.
Alhasil, total seluruh suara sah di beberapa distrik versi hitungan MK tidak cocok dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan dalam pleno KPUD. Seperti DPT di Distrik Wandai dengan total 8.352 menjadi 14.509 suara sah versi hitungan MK. Sehingga terjadi penggelembungan sekira 6.000 suara.
"Itu keberatan kami terhadap putusan MK yang menangani perselisihan hasil Pilkada Intan Jaya. Permasalahan ini juga akan kami sampaikan ke bapak presiden untuk mencari keadilan sebagai perjuangan terakhir kami," pungkas Anner.
[wah]
BERITA TERKAIT: