Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kesenjangan Akses Dan Kualitas Pendidikan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Jumat, 16 Juni 2017, 10:41 WIB
Kesenjangan Akses Dan Kualitas Pendidikan
AKSES dan kualitas pendidikan menjadi prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Keberhasilan dalam peningkatan akses perlu disertasi komponen kualitas. Untuk itu beragam upaya telah dilakukan untuk mencapai akses pendidikan yang berkualitas tersebut, di antaranya: (1) memperluas akses pendidikan pra-sekolah; (2) melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan inisiasi pendidikan universal 12 tahun; (3) memfokuskan intervensi untuk anak dari keluarga miskin; (4) meningkatkan kualitas ujian nasional; dan (5) mendesentralisasikan sistem dan layanan pendidikan.

Beragam upaya tersebut masih menyisakan setidaknya empat tantangan: (1) kesenjangan akses dan kualitas pendidikan, semisal jika partisipasi sekolah anak keluarga kaya usia 13-15 tahun mencapai 96 persen, maka anak dari keluarga tidak mampu hanya mencapai 80 persen (BPS, 2016); (2) masih ada sekitar setengah juta anak usia 7-15 tahun yang belum pernah mencicipi 1,7 juta yang putus sekolah sebelum menyelesaikan pendidikan dasar Sembilan tahun (BPS, 2011); (3) sebanyak 55 persen anak Indonesia hanya mampu mencapai skor di bawah rata-rata test internasional (Programme for International Student Assessment, PISA), dan 43 persen mencapai skor rata-rata serta hanya 2 persen yang meraih di atas rata-rata (World Bank, 2014); (4) rerata skor UN siswa di sekolah swasta yang sebagian besar dikelola Yayasan Keagamaan Islam lebih rendah daripada temannya yang beruntung dapat bersekolah di sekolah negeri (Newhouse & Beegle, 2006).

Banyak studi telah dilakukan dengan menelusuri beragam antesenden, semisal perbedaan sekolah negeri dan swasta, perbedaan wilayah dan keragaman status social ekonomi keluarga, serta implikasi desentralisasi (Al-Samarrai, 2013; Suharti, 2013; Suryadarma, 2010; Newhouse & Beegle, 2006; Simatupang, 2009; Usman, 2001; Kristiansen & Pratikno, 2006).

Berdasarkan temuan-temuan yang ada menunjukkan kompleksitas terkait kesenjangan akses dan kualitas pendidikan yang terkait faktor dengan faktor individu, keluarga, sumberdaya ekonomi, sosial dan politik. Pemahaman yang komprehensif dari beragam tingkat dan sumberdaya diharapkan mampu menemukenali alternatif solusi kebijakan yang lebih sangkit dan mangkus (Lynch & Baker, 2005).

Pertanyaan pokok penelitian adalah "sejauhmana keragaman karakteristik individu, keluarga, sekolah, komunitas dan pemerintah beserta sumberdaya yang dibawanya berpengaruh pada ketaksetaraan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia?"

Selanjutnya, pendekatan multilevel multi-resource juga memungkinkan untuk melihat setidaknya tiga "interplay": (1) within-level cross-resource effects, semisal dapatkah modal sosial mengkompensasi keterbatasan modal ekonomi keluarga; (2) between-level single-resource effects, sebagai contoh apakah ketersediaan modal ekonomi dalam sekolah atau kabupaten/kota mampu mensubsitusi keterbatasan modal ekonomi di dalam keluarga; (3) between-level cross-resource effects, sebagai contoh bisakah rendahnya human capital di dalam rumah tangga mampu dikompensasi oleh sekolah misalnya lewat investasi guru yang lebih berkualitas.

Untuk menguji beragam hipotesis yang diajukan, studi ini mengkombinasikan beragam sumber data, semisal data-data Susenas dan Podes BPS, UN Kemdikbud, Kementerian Keuangan, Kementerian Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam Negeri serta dikombinasi dengan wawancara dan konfirmasi data dari LP Maarif PB NU, Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan Konsorsium Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT).

Melalui pendekatan multilevel dan multi-resources, tesis "The Education Divide in Indonesia" menemukenali beragam faktor yang berpotensi berkontribusi dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan nasional. Temuan tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

1. Besarnya pengeluaran anggaran pendidikan di kabupaten/kota mampu mencegah angka putus sekolah namun tidak mampu menarik anak usia sekolah untuk masuk sistem persekolahan. Sebaliknya, ketersediaan sekolah mampu menarik anak usia sekolah ke dalam sistem persekolahan namun tak bias mencegah angka putus sekolah.

2. Sumberdaya ekonomi baik yang tersedia di kabupaten/kota atau di dalam keluarga berdampak bervariasi terhadap out-of-school dan human capital juga sangat penting dalam mencegah putus sekolah dan tidak sekolah sama sekali.

3. Pendapatan dan pendidikan orang tua dan tempat tinggal masih menjadi faktor penentu di dalam partisipasi pendidikan pra-sekolah.

4. Modal sosial yang kuat di dalam keluarga yang ditandai dengan "aktivitas dan asosiasi" memiliki hubungan yang signifikan dengan meningkatnya partisipasi pendidikan pra-sekolah. Efek "aktivitas dan asosiasi" semakin meningkatkan partisipasi prasekolah untuk keluarga yang bertempat tinggal di komunitas yang memiliki saling percaya yang tinggi.

5. Di samping itu, kemudahan meminjam dan meminjamkan mampu mengkompensasi keluarga miskin untuk tetap bias mengirimkan anaknya dalam pendidikan pra-sekolah. Selanjutnya, urbanisasi mampu memperkuat efek tingginya assosiasi meningkatkan partisipasi pendididikan pra-sekolah. Namun urbanisasi juga memperlemah efek reciprocity dalam partisipasi pendidikan pra-sekolah.

6. Desentralisasi pendidikan mampu meningkatkan lama sekolah penduduk dan menurunkan disparitas antarprovinsi namun meningkatkan disparitas antarkabupaten/kota.

7. Level pembangunan dan urbanisasi juga berdampak meningkatnya lama pendidikan penduduk. Menariknya kapasitas fiskal kabupaten/kota dan kebijakan memekarkan kabupaten/kota tidak berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan lama pendidikan penduduk.

8. Rerata capaian prestasi siswa di madrasah lebih baik dari capaian di sekolah non-madrasah penyelenggaran pendidikan sekolah swasta Islam. Namun capaian yang baik dari madrasah ini menurun jika berlokasi di kabputen/kota yang angka kemiskinannya tinggi. Capaian prestasi siswa perempuan lebih tinggi di madrasah/sekolah JSIT dibanding NU dan Muhammadiyah.

9. Sekalipun perempuan secara rerata lebih baik prestasinya disbanding laki-laki namun bersekolah di sekolah/madrasah NU dan Muhammadiyah secara signifikan menurunkan rerata prestasi perempuan, artinya perempuan lebih bagus di JSIT yang mempraktekkan pemisahan siswa laki dan perempuan.

Implikasi terhadap kebijakan:

1. Kuatnya dampak pendapatan dan pendidikan orang tua dalam akses dan kualitas pendidikan memberi pesan bahwa intervensi pemerintah perlu terus menggeser dari dukungan kelembagaan baik di tingkat kabupaten/kota dan sekolah kepada dukungan langsung pada keluarga dan siswa.

2. Beragam kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu memasukan factor modal social sebagai tambahan sumber daya baik di tingkat keluarga dan juga komunitas.

3. Seiring dengan adanya pembagian pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pendidikan, di samping focus pada standar-standar pendidikan pemerintah pusat tetap perlu mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerah yang kurang beruntung, semisal 3T.

4. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan terutama di sekolah yang paling tertinggal (swasta Islam), perlu difokuskan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh NU dan Muhammadiyah yang sebagian besar melayani anak yang kurang beruntung dan tak terlayani pendidikan sekolah negeri.

5. Besarnya variasi di tingkat kabupaten/kota memberikan signal untuk menghindari pendekatan satu untuk semua, one size fits all policy sehingga pemerintah sebelum mengimplementasikan kebijakan baru perlu secara hati-hati mempertimbangkan kondisi kontekstual, di mana sebuah kebijakan berhasil dan gagal. [***]


Penulis menyelesaikan program PhD di Interuniversity Centre for Social Science Theory and Methodology (ICS), University of Groningen, The Netherlands dan saat ini menjadi anggota the James Coleman Association.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA