Hal itu menjadi sorotan diskusi "Membaca Perkembangan Baru Demokrasi" yang digelar Sanggar Maos Tradisi Yogyakarta kemarin. Hadir sebagai pembicara aktivis politik, Hari Begi dan peneliti politik, Arif Nurul Imam.
Acara dimulai dengan pidato politik oleh dosen UGM, Arie Sujito.
Dalam pidatonya, pengamat politik ini membeberkan mengenai fenomena politik dewasa ini yang kian mencemaskan. "Isu politik hari ini sebagian besar hanya framing saja, bukan persoalan riil yang dihadapi masyarakat," ungkapnya.
Demokrasi kita, kata Arie, ruang publik kita hanya dipenuhi perdebatan yang tak subtansial. Isu-isu publik jarang diperdebatkan secara serius dalam mencari jalan keluar.
"Masalah lainnya, demokrasi kita juga terjebak pada masalah detail dan teknokratis sehingga meminggirkan isu subtansial," sambungnya.
Sementara itu, Hari Bagi memaparkan bahwa perkembangan demokrasi hari ini mirip demokrasi hypermarket. Demokrasi semacam ini kemudian memmunculkan plasma-plasma politik seperti, ormas, tokoh, dan lainnya.
Sedangkan Arif Nurul Imam menjelaskan pentingnya memanfaatkan kemajuan teknologi, terutama social medial sebagai sarana untuk mengkonsolidasikan gagasan-gagasan yang dapat menjadi pressure kebijakan public. Social media dapat menjadi piranti untuk menggerakkan perubahan, terutama dalam menggalang dukungan public.
"Selain itu social media juga dimanfaatkan dalam menguatkan demokrasi subtansial," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: