Bila hatimu terasa tandus pertanda kurang siram keharuan. Basahi rongga hatimu dengan menampung tetes tangis duka-lara. Hidup steril di zona nyaman bisa menumpulkan kepekaan pada kemarau kehidupan.
Rasakan getar keroncong perut kosong, kau akan mengerti perih rintih kelaparan. Sambungkan hati pada isak-tangis kepiluan, kau akan memahami arti perhatian kasih sayang.
Kau bolehjadi berhasil melewati ambang batas kemiskinan, belum tentu lulus menghadapi ambang batas kekayaan. Ujian terberat adalah menahan diri dari godaan menimbun harta kelewat batas.
Manusia perlu sifat keugaharian, tahu kapan merasa cukup, agar bisa merawat kepekaan bela rasa, berbagi rezeki dengan sesama.
Ketamakan mengeringkan air matamu, seperti kemarau yang menerikkan langit tanpa hujan. Hidup tanpa tetes tangis keharuan, ibarat padang rumput tanpa guyuran air hujan.
[***]
Penulis adalah seorang aktivis dan cendekiawan muda. Pemikirannya
dalam bidang keagamaan dan kenegaraan tersebar di berbagai media, salah
satunya dituangkan dalam buku "Negara Paripurna: Historitas,
Rasionalitas, Aktualitas Pancasila"
BERITA TERKAIT: