Politik harapan saling mempercai, politik ketakutan saling mengkhianati. Politik harapan saling mencintai, politik ketakutan saling membenci. Politik harapan saling memahami, politik ketakutan saling menyangkal. Politik harapan itu menumbuhkan, sedang politik ketakutan itu mematikan.
Pengalaman republik menyaksikan betapapun bangsa ini dirundung banyak kesulitan, kemelaratan, dan penderitaan, bisa lolos dari ujian sejarah selama jiwa bangsa ini dipersatukan dalam politik harapan.
Republik ini berdiri di atas tiang harapan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bila tiang harapan itu roboh, dan kita mulai terpecah dalam politik ketakutan, apapun yang masih kita miliki tak bisa menolong kelangsungan hidup bangsa ini.
Masa krisis memang mudah menyulut politik ketakutan. Padahal, politik ketakutan justru makin menjerumuskan bangsa ke lembah krisis yang lebih dalam.
Pemulihan krisis memerlukan politik harapan, dengan memperkuat rasa saling pengertian, bersambung rasa, bergotong-royong melintasi batas-batas prasangka dan identitas, membuka diri penuh cinta untuk yang lain.
Pemulihan krisis memerlukan optimisme. Optimisme tak bisa ditumbuhkan oleh ketakutan. Hanya dengan politik harapan, kita bisa mengerahkan segenap daya dan talenta untuk menggagas masa depan bersama dengan penuh optimisme.
[***]Penulis adalah aktivis dan cendekiawan