Satu-satunya kebenaran adalah yang tampak dari sudut pandangnya. Tak bisa menangkap kebenaran lain dari posisi tetangga seberang jalan.
Dari belam kabut, orang-orang hanya meratapi rumahnya sebagai gubuk derita, tak bisa berempati terhadap duka-lara yang melanda jiran sebelah.
Dalam gelap mata-hati, orang bisa mudah menuduh orang lain menista keyakinannya, namun tak merasa bersalah melecehkan kepercayaan yang lain.
Kita harus bisa menyalakan cahaya Pancasila, sehingga bisa menatap keutuhan realitas dari ketinggian tatapan burung garuda.
Dengan terang cakrawala Pancasila dan transendensi penglihatan elang rajawali, kebenaran tampak di berbagai tempat, semua warna menyatu, semua rasa bersambung, semua nikmat berbagi. Anak-anak negeri hidup damai berprikemanusiaan; saling mengasihi dan menghargai; tiada kebinatangan saling menyalahkan, saling menginjak dan mengusir sesama
.[***]
Penulis Merupakan Cendiakawan Muda, Pemikir Islam dan Kenegaraan