Maka kesimpulan saya, Charta berdusta. Tak jadi masalah riset salah. Tapi berdusta, haramnya, haram harbi, haram besar. Ada tiga jargon soal itu, sebagai berikut:
1. Jika birokrat, boleh berdusta, tapi tak boleh salah.
2. Jika politisi, boleh salah, juga boleh berdusta.
3. Peneliti, boleh salah, tapi tak boleh berdusta.
Menurut saya, Yunarto melakukan jargon Nomor 2 untuk memerankan jargon Nomor 3 sekaligus untuk jargon Nomor 1. Jadinya, rabun ayam. Rabun etika. Rabun ilmu, dan Rabun logika. Itu menguras semua isi intelektual, dan menyisakan istilah Orang Jawa: telek!
Pada riset, termasuk teknik polling, tak ada kata "meleset". Sudah tercakup dalam error dan deviasinya. Makanya disebut penelitian.
Kecuali Anda memanipulasinya. Kalau dimanipulasi, sebenarnya terlalu mahal pakai polling pura-pura segala. Lebih cepat dan murah langsung bikin hasil presentasi final report. Tiga jam cukup dikerjakan dengan solo karir. Dikarang saja. Idiom Orang Madura lebih pas: Rang Ngarang.
Pada Rang Ngarang, tak ada keterlibatan moral, norma, etcetera. Yang ada, adalah modus dan mens rhea (niat jahat).
Karenanya, semua halal. Bahasa orang Madura lebih pas: Lal Halal. Maka nanti ketika Yunarto jadi Mendikbud, ada dua postulat: (1) Rang Ngarang, dan (2) Lal Halal.
[***]
Penulis Merupakan Mantan Anggota Komisi III DPR
BERITA TERKAIT: