Senator Asal Yogyakarta Tolak Retroaktif Jabatan Pimpinan DPD

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 24 Maret 2017, 07:52 WIB
Senator Asal Yogyakarta Tolak Retroaktif Jabatan Pimpinan DPD
Afnan Hadikusumo/Net
rmol news logo . Anggota DPD RI Afnan Hadikusumo menolak pemberlakukan surut (retroaktif) atas perubahan masa jabatan pimpinan DPD. Asas retroaktif perubahan masa jabatan DPD tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum dan melanggar UUD 1945.

Dan pelanggaran tersebut akan berakibat pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap DPD.

Afnan, senator ada DI Yogyakarta ini, secara resmi mengajukan keberatan terhadap pemberlakukan surut tata tertib (tatib) DPD baru yang merubah masa jabatan pimpinan DPD yang semula 5 tahun menjadi 2,5 tahun.

Dirinya menyoroti dua hal dari perubahan tatib tersebut, yaitu tentang pergantian masa jabatan dan asas retroaktif yang diterapkan dalam pergantian masa jabatan tersebut.

"Masa jabatan pimpinan, saya nggak masuk ke sana, tetapi saya lebih ke aturan peralihannya. Aturan peralihannya berlaku surut dan itu bertentangan dengan UUD 1945. Karena bertentangan dengan UUD 1945, maka bagi yang melaksanakan itu bertentangan dengan sumpah dan janjinya ketika dilantik," ucap Afnan di Kantor DPD DI Yoyakarta, Kamis (23/3).

Afnan yang juga Ketua PPUU DPD ini juga menjelaskan bahwa retroaktif terhadap sebuah aturan tidak dikenal dalam aturan hukum, baik di tingkat nasional ataupun internasional. Pemberlakuan aturan menggunakan asas retroaktif akan melanggar asas legalitas secara hukum. Asas retroaktif bertentangan dengan substansi konstitusi sebagiamana yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Dampak dari penerapan asas retroaktif ini adalah menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak individu/orang lain yang terkena aturan tersebut.

"Sistem itu merugikan karena akan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap DPD RI. Kalau kita memberlakukan itu, maka masyarakat akan menilai DPD RI tidak mengerti aturan hukum yang berlaku di tingkat nasional maupun internasional, dan dianggap tidak membaca UUD 1945," tegasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA