Komisi VI Belum Kompak Soal Proyek Pesawat R80 Dan N245

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 16 Februari 2017, 00:47 WIB
rmol news logo Kalangan Komisi VI DPR masih pro kontra terkait rencana pemerintah yang ingin memproduksi pesawat R80 dan N245.

Ada yang setuju ada yang menolak.Yang setuju menganggap Indonesia perlu mengembangkan pesawat terbang sendiri agar tidak ketinggalan bangsa lain. Sedangkan yang menolak menganggap, hasil kajian proyek ini belum jelas.

Salah satu yang setuju dengan proyek itu adalah anggota Komisi VI Nasir Khan. "Saya rasa wajar. Bayangkan Indonesia tanpa pesawat terbang. Makanya, kita harus membuat pesawat terbang sendiri," kata Nasir, Rabu (15/2).

Menurutnya, keinginan Indonesia bisa memproduksi pesawat sendiri sudah ada sejak lama. Presiden pertama RI Soekarno juga sudah mengingatkan pentingnya Indonesia punya pesawat sendiri.

"Kita harus sangat sadari bahwa industri strategis, khususnya dirgantara adalah produk sepanjang masa yang dibutuhkan di Indonesia," ujar politisi PKB itu.

Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo Soekartono adalah salah satu yang kurang setuju. Makanya, dia meminta rencana produksi dua peswat itu harus melalui kajian mendalam terlebih dahulu. Kajian pasar dan konsumennya harus lebih cermat agar tak menghambur-hamburkan anggaran negara.

“Pesawat belum diuji, kok sudah mau dijadikan proyek strategis nasional yang berarti akan diproduksi massal. Daripada menghamburkan anggaran, lebih baik membeli kapal cepat untuk penyeberangan” katanya.

Seperti diketahui, dua pesawat ini akan ditukangi BUMN dan swasta nasional. R80 akan diproduksi oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan oleh Presiden ke-3 RI BJ Habibie bersama putranya Ilham Akbar Habibie.

Sementara N245 digarap oleh BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang bekerja sama dengan LAPAN. Kedua pesawat ini masih menggunakan baling-baling. R80 berkapasitas 90 kursi dan N245 berkapasitas 50-60 kursi.
 
Menurut Bambang, keduanya hanya cocok untuk jenis angkut keperintisan. Dia menganggap, pesawat baling-baling juga kurang diminati pasar. Di sisi lain, pembagian proyek dua pesawat ini antara swasta dan BUMN juga menuai kritik.

“Sebaiknya swasta hanya menjadi perusahaan pendukung yang memproduksi bagian-bagian panel pesawat seperti sayap, ekor, atau bagian kokpit. Sementara BUMN sepenuhnya yang memproduksi dua pesawat ini. Dengan begitu, dua perusahaan ini tidak saling bersaing dan tidak pula mematikan PTDI sebagai BUMN,” ujar politisi Gerindra ini.

Bila sudah ada kajian mendalam atas dua produk pesawat ini, Bambang memastikan tidak akan menghalang-halangi. Dia pun siap mendukung untuk membuat payung hukum, agar beberapa maskapai tertentu menggunakan dua produk pesawat tersebut. Dengan begitu, ada pasar yang jelas dan produksi bisa berkelanjutan. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA