Bahkan, sekelompok angota DPRD DKI Jakarta berniat memanggil pimpinan lembaga itu atas dugaan tidak independen dalam penelitian.
Seperti diberitakan
RMOL Jakarta, hal itu menyusul temuan salah seorang ketua RT di Kelurahan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, pada Sabtu (15/10). Awalnya, ia mengamankan seorang mahasiswa yang menyebarkan kuesioner soal Pilkada Jakarta milik Charta Politika ke warga di lingkungannya. Isi kuesioner dianggap beraroma penggiringan opini untuk Ahok.
"Kami panggil untuk dimintai klarifikasinya. Kami akan tanyakan soal independensi Charta Politika, karena survei-surveinya ada aroma memihak calon tertentu serta penggiringan opini," kata Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif, kepada wartawan di gedung DPRD DKI, kawasan Kebon Sirih, Senin (17/10).
Syarif juga mengatakan, pihaknya akan meminta klarifikasi tentang keabsahan Charta Politika, misalnya dalam hal Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, Charta Politika belum terdaftar di KPU DKI sebagai lembaga survei resmi.
"Kalau ditemukan pelanggaran, maka Charta Politika harus diproses di komisi etik," ujar Syarif.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, enggan memberi penjelasan terkait insiden diamankannya seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yang menyebarkan kuesioner survei Charta Politika di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
"Maaf saya enggak mau dikonfirmasi soal itu. Nanti siang saja saya akan berikan klarifikasi lengkap lewat twitter," kata Yunarto saat dihubungi, Senin (17/10).
[ald]
BERITA TERKAIT: