Menurut Kurtubi, saat ini kedua UU tersebut terlalu terbelit-belit. Dalam revisi UU nanti, pengelolaan kekayaan alam negara sepenuhnya harus dipegang oleh BUMN yang dibentuk berdasarkan UU.
"Kalau pemerintah mengelola seperti sekarang, itu kacau balau. BP Migas, SKK Migas jadi kacau balau. Nah kalau nanti perbaikannya bunyinya seperti itu," kata Kurtubi dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/8).
Di sektor Migas misalnya, dalam UU disebutkan secara gamblang bahwa pengelolaan kekayaan Migas dikelola oleh Pertamina.
Kemudian dalam UU itu juga diberlakukan leg spesialis. BUMN tersebut tidak boleh dibebani pajak selama belum mendapatkan sumber minyak dan berproduksi.
"Setelah menemukan minyak dan berproduksi baru dibebani pajak. Soalnya di dalam kontrak bagi hasil antara Pertamina dan kontraktor, dimana negara memperoleh 85 persen dan kontraktor 15 persen, dalam negara yang memperoleh 85 persen termasuk pajak disitu," jelas Kurtubi.
"Sistem yang sederhana ini saya jamin investasi ekslporasi akan masuk ke Indonesia, penemuan cadangan akan segera banyak. Justru fakta membuktikan dengan sistem yang sederhana, investasi itu akan marak kembali, tidak ada lagi pro konta offshore dan onshore. Tidak ada yang namanya dihalang-halangi oleh Perda dari daerah," tegasnya menambahkan.
Keuntungan kedua, tambah Kurtubi, semua investasi alat-alat yang masuk ke Indonesia langsung seratus persen menjadi milik negara, dibukukan oleh BUMN yang mengelolanya.
Nah, untuk UU Minerba, lanjut pakar perminyakan ini, revisinya tak jauh beda dengan UU Migas. Berbeda dengan kontrak karya yang selama ini diberlakukan dalam dunia pertambangan.
Alat-alat produksi yang dibeli oleh Newmont dan yang dibeli oleh Freeport menjadi milik perusahaan itu, sampai habis kontrakpun milik dia.
Padahal, tambahnya, biaya investasi sudah dikurangi revenew yang diperoleh sebelum earning before tax. Jadi menurutnya semua cost yang di perusahaan tambang itu sebenarnya sudah dibebankan kepada negara.
"Tapi asetnya milik dia sampai kontraknya selesai, jadi hati-hati. Kalau Freeport tidak diperpanjang lagi, aset di blok tambang itu milik Freeport. Itu konsekuenasi kontrak karya, kalau kontrak bagi hasil, itu milik negara. Aset, alat-alat produksi yang ada di perusahaan tambang itu jadi milik negara," ujarnya
"Nah kalau ini yang kita tempuh, negara akan cepat makmur. Saya yakin," tukas Kurtubi menutup komentarnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: