Khutbah Id Di Depan TKI, Nusron Wahid Ingatkan Kembali Makna Puasa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Rabu, 06 Juli 2016, 10:39 WIB
Khutbah Id Di Depan TKI, Nusron Wahid Ingatkan Kembali Makna Puasa
‎rmol news logo . Hikmah puasa yang paling besar dan nyata bagi bangsa Indonesia, manakala setelah puasa Ramadhan sudah tidak ada lagi korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenangan. Perintah spiritual dalam puasa adalah menahan hawa nafsu. Dan jihad paling akbar juga perang melawan hawa nafsu. 

‎Hawa nafsu yang paling nyata di depan mata dan menjadi realitas publik adalah korupsi, manipulasi, kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingsn pribadi atau kelompok," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), ‎Nusron Wahid, dalam khutbah Idul Fitri 1437 H, di KBRI Kuala Lumpur Malaysia, Rabu (6/7)‎. ‎

‎Ini merupakan kali kedua Nusron merayakan hari Lebaran bersama TKI. Setelah pada Lebaran tahun lalu Nusron merayakan lebaran dan Sholat Idul Fitri bersama TKI di Korea Selatan, kali ini Nusron merayakannya bersama TKI di Malaysia. D‎alam Sholat Idul Fitri dimana Nusron bertindak selaku khotib.‎

‎Sholat Idul Fitri di KBRI Kuala Lumpur dihadiri sekitar 3000-an TKI dan WNI lainnya. Selain dihadiri Kepala BNP2TKI Nusron Wahid, hadir juga Dubes RI untuk Malaysia Herman Prayitno dan beberapa tokoh lainnya. 

‎‎Nusron menyatakan, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan yang bathil, menurut Imam Ghozali, merupakan manivestasi dan implementasi sifat bahimah (kehewanan), syabu'iyyah (kebuasaan) dan syaitoniyyah (kesetanan). ‎

‎"Koruptor itu sifatnya sama dengan hewan, makan sebanyak-banyaknya untuk bersenang-senang, memangsa hak orang lain dan dilakukan penuh dengan rekayasa dan tipu daya yang sering dilakukan syetan," ujarnya.

‎‎Ketiga sifat yang menjerumuskan ini, kata dia, hanya bisa dilawan dengan puasa Ramadhan yang menjadi manivestasi dari sifat malakkiyyah yang harus dioptimalkan dalam diri manusia.‎

‎"Kalau puasa Ramadhannya sukses, berarti mampu membunuh hawa nafsu dan korupsi akan sirna digembleng melalui amaliah sholeh di bulan Ramadhan," ujarnya.

‎‎Namun sayangnya, lanjut Nusron, puasa Ramadhan kita masih penuh simbolik, masih sekedar ibadah formalistik, tanpa proses kontemplasi. Dia merujuk bahwa buka puasa, taraweh dan qiyamul lail marak di kantor-kantor pemerintahan dan rumah-rumah pejabat, bahkan hampir tiap malam Ramadhan. Namun di sisi lain kenyataannya, korupsi juga masih marak terjadi.

‎‎"Itu merupakan hal baik. Sayangnya korupsi dan penyalahgunaan juga masih marak dan lancar dilaksanakan. Seakan puasa dan ibadah Ramadhan adalah one things, sementara korupsi adalah another things. Ini yang harus diubah oleh bangsa Indonesia pasca Ramadhan tahun ini," tegasnya.

‎‎Dalam kesempatan tersebut, Nusron mengajak agar di bulan Ramadhan ini dijadikan momentum amnesty (pengampunan) atas dosa dan prilaku sosial manusia Indonesia, agar kembali fitri, suci, merdeka, tanpa dosa seperti ketika bangsa ini baru lahir dan merdeka.‎"Amnesty syawwal ini tanpa tarif dan tebusan seperti tax amnesty. Tapi cukup dengan declare dan pengakuan, penyesalan untuk tidak mengulangi kesalahan ritual maupun sosial kita," demikian Nusron. ‎[ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA