"Tidak masalah, yang pegang data adalah pemerintah. Kebijakan yang diambil harus berdasarkan data yang benar sehingga kebijakannya tepat," ujar Fadli dalam pernyataannya kepada wartawan, Senin (13/6).
Menurut Fadli, target pemerintah menstabilkan harga dengan cara mengimpor daging sapi, baik dari Australia atau negara lain, sudah benar.
Kebutuhan akan konsumsi daging sapi yang sangat tinggi tanpa ditunjang dengan pasokan yang mencukupi dari dalam negeri akan memicu kenaikan harga daging sapi yang tinggi di pasaran.
"Pemerintah menyatakan harga daging sapi Rp 80 ribu per kilogram, harus didukung. Tapi kita jangan melupakan potensi peternakan lokal yang juga harus dikembangkan untuk cita-cita swasembada sapi dalam negeri," ujar Fadli.
Terkait daging impor beku yang belum diminati masyarakat, pimpinan Partai Gerindra ini meminta masyarakat mencontoh negara maju yang penduduknya tak lagi membeli daging segar. Masyarakat di negara maju berbelanja daging beku yang dikeluarkan dari lemari pendingin kemudian dicairkan sebelum dimasak.
"Daging mentah di suhu ruangan, kumannya meriah. Masyarakat sebaiknya berpaling dari daging sapi segar ke daging sapi yang telah dibekukan. Selain harganya lebih murah, daging beku juga lebih higienis, dan pemerintah harus berani menjamin itu," pinta dia.
Fadli menekankan sebenarnya pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pasokan atau produksi daging sapi dalam negeri. Antara lain melalui upaya peningkatan populasi, pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi, dan penguatan kelembagaan melalui Sentra Peternakan Rakyat (SPR).
Namun upaya pemerintah dalam menstabilkan harga daging juga perlu di dukung pihak swasta mengingat peran Bulog yang masih belum maksimal, baik dalam penyediaan pasokan maupun pendistribusian.
Sebelumnya Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, juga menyatakan perlunya peran swasta dalam menjalankan kebijakan pemerintah terkait impor daging sapi.
[ald]
BERITA TERKAIT: