Syarat Tidak Tercela Untuk Calon Kepala Daerah Harus Dipertegas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 28 Mei 2016, 07:27 WIB
Syarat Tidak Tercela Untuk Calon Kepala Daerah Harus Dipertegas
ilustrasi/net
rmol news logo Pasal 7 huruf (i) UU Pilkada yang berbunyi "tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian" seharusnya dijalankan dengan benar.

Hal ini dikatakan Koordinator Kajian Komite Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Andrian Habibi. Menurut dia, proses menjaga dan patuh serta tunduk akan aturan perundang-undangan harus bermakna menyeluruh dalam hal tindakan. Pasal 7 huruf (i) jelas dibedakan dengan ketentuan lain yang kemudian dijelaskan dalam dokumen yang harus disertakan dalam pendaftaran bakal calon dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).

Artinya, kata dia, ada kejanggalan terkait kelengkapan dokumen "tidak tercela" calon kepala daerah dan teknis memperoleh surat keterangan catatan kepolisian.

KIPP Indonesia merekomendasikan revisi UU Pilkada terkait ketentuan syarat "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" dan "surat keterangan catatan kepolisian".

Seharusnya sebelum mendaftarkan diri sebagai pasangan calon kepala daerah, setiap calon harus sudah memiliki catatan berkelakuan baik dari kepolisian. Catatan ini tidak serta merta didapat hanya dengan mendatangi kantor polisi dan mengisi lembaran kertas untuk meraih surat catatan kepolisian.

Atas dasar keterbukaan infomasi publik yang adil dan berimbang, maka syarat memperoleh catatan keterangan kepolisian wajib dimuat dalam pasal dan penjelasan UU Pilkada.

Menurut KIPP, KPU dan Polri perlu membuat nota kesepahaman terkait surat catatan keterangan kepolisian tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Nota kesepahaman ini dibuat sesuai dengan tujuan pencalonan.Bagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus menggunakan surat keterangan cacatan kepolisian dari Polda. Sedangkan bagi calon Bupati dan Wakil Bupati melalui Polres, Walikota dan Wakil Walikota melalui Polresta.

Pasangan calon yang mengajukan diterbitkannya surat keterangan catatan kepolisian terkait tidak pernah melakukan perbuatan tercela harus melampirkan daftar riwayat hidup sejelas-jelasnya. Melalui daftar riwayat hidup tersebut Polri diberikan waktu untuk melakukan pencarian data dan fakta "tidak pernah melakukan perbuatan tercela".

Ketiga, bagi pasangan calon atau salah satu calon yang dari kajian kepolisian ternyata pernah melakukan perbuatan tercela sesuai pasal 7 hurus (i) UU Pilkada harus dibatalkan proses pencalonannya dan diharapkan untuk diganti secara cepat oleh parpol atau gabungan parpol.

Keempat, bila kalimat "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" disamakan dengan "pernah melakukan tindak pidana" yang tetap dibolehkan maju sebagai pasangan calon setelah menjalani kehidupan selama lima tahun, maka "perbuatan tercela" hanya dibatasi pada lima tahun terakhir sejak mendaftarkan diri sebagai bakal calon kepala daerah. Dasar asasinya adalah setiap orang berpotensi melakukan tindakan tercela yang tanpa sadar atau khilaf. Semenjak perbuatan tersebut dilakukan ada potensi perbaikan kehidupan untuk tidak mengulangi.

"Dengan demikian, analisa petugas Polri hanya ditujukan pada penyelidikan dan penyidikan selama lima tahun ke belakang," kata Andrian .

Kelima, bila revisi UU Pilkada tetap tidak memuat prosedur mendapatkan surat keterangan catatan kepolisian atas dasar biaya pelaksanaan atau rentang waktu pelaksanaan checking data, maka KPU harus membuat Peraturan KPU, nota kesepahaman dengan Polri dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) terkait Syarat Pejabat Publik Tanpa Perbuatan Tercela.

Namun bila semua rekomendasi ini sangat sulit diakomodir dengan semangat perbaikan kualitas demokrasi menentukan eksekutif daerah. KIPP Indonesia merekomendasikan dibuat aturan "laporan publik". Hal ini dimulai dengan syarat bahwa pasangan calon harus membuat kolom daftar riwayat hidup yang sangat detail ke media massa baik cetak dan elektronik.

"Dimuat di satu koran nasional dan lokal. Sedangkan media online minimal lima media berita online tidak termasuk media online partai pendukung maupun media online pasangan calon. Setelah itu, diberikan waktu kepada masyarakat untuk melaporkan kemungkinan pasangan calon pernah melakukan perbuatan tercela," lanjutnya.

Bila dalam jangka waktu yang ditentukan atau dipastikan saja selama seminggu tidak ada laporan masyarakat. Atau ada laporan masyarakat namun setelah dilakukan proses validasi oleh pihak kepolisian setingkat yang menghasilkan terbitnya surat catatan kepolisian, maka setelah itu bakal calon atau pasangan calon diizinkan mendaftar ke KPU untuk kemudian ditetapkan sebagai pasangan calon. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA