Kebijakan Menteri Susi Cuma Genjot Popularitas Diri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 27 Desember 2015, 15:45 WIB
Kebijakan Menteri Susi Cuma Genjot Popularitas Diri
rmol news logo Survei Political Communication Institute menunjukkan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti paling populer di mata publik namun popularitasnya berbanding terbalik dengan kinerjanya.

Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar menilai memang kinerja Mentei Susi selama satu tahun memang tidak maksimal. Keberadaan Susi di kabinet, menurutnya, hanya menilmbulkan riak-riak di dalam pemerintahan.

"Manfaat yang telah dilakukan Susi kepada negara ini hanya sebatas simbol-simbol semata. Justru Susi yang dapat manfaat besar berupa popularitas," kata Junisab kepada wartawan di Jakarta Minggu (27/12).

IAW, kata Junisab, memiliki catatan audit publik terkait kebijakan Susi. Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang ditanda-tangani Presiden Jokowi pada 19 Oktober 2015. Perpres itu berpotensi besar digugat masyarakat karena bertentangan terhadap Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Kedua, materi aturan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 75 tahun 2015 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan yang menaikkan pajak masyarakat dibidang perikanan antara 250% sampai sebesar 1.000%. Saking tidak rasionalnya PP itu, fakta akhirnya menunjukkan bahwa aturan tersebut tidak bisa berjalan seperti PP lainnya. Boleh dicek," ucap Junisab.

Ketiga, lanjut mantan anggota Komisi III DPR RI ini, kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Aturan itu melarang nelayan menangkap ikan memakai pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Namun menurut Junisab, aturan ini banyak dilanggar oleh para nelayan. Bahkan aturan ini sedang dijudicial review masyarakat ke Mahkamah Agung RI.

"Susi bisa melihat langsung aturan itu dilanggar nelayan di wilayah Pandegelang, Banten. Bahkan aparat hukum di sana menunjukkan sikap 'pro' kepada nelayan. Kami melakukan survei nelayan di Desa Teluk, Kecamatan Panimbangan, Kabupaten Pandegelang, Banten," jelas Junisab.

Keempat, masih menurut Junisab, Permen KP Nomor 1 tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dalam keadaan bertelur dan ukuran minimal. Peratruan ini tidak efektif dan malah diduga kuat terbit terkait bisnis lobster Susi.

"Kelima, Susi telah gagal menyerap APBN 2015. Kementerian Perekonomian menyatakan bahwa Kementerian Kemaritiman yang terendah menyerap APBN, salah satunya KKP yang baru terserap 28,2 persen dari pagu Rp 10,5 triliun," kata Junisab.

Keenam, dari sekotor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian yang digawangi Susi sangat rendah. Bahkan lebih rendah kurun 10 tahun terakhir.

Junisab juga menilai aneh dengan anggaran KKP di bawah kepemimpinan Susi. Tahun 2016 KKP mendapat Daftar Pelaksanaan Rincian Anggaran (DIPA) yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dalam DIPA itu, KKP malah mendapat anggaran sebesar Rp13,8 triliun. Itu artinya meningkat dari 2015.

"Masa Susi meminta naik anggaran pada 2016. Padahal dalam APBN 2015 saja anggaran yang tidak terserap hingga Rp2 triliun. Kinerja Susi itu sudah seperti logika yang dibolak-balik seperti saat masa kanak-kanak kita bermain dadu. Jadi keuntungan apa yang bisa didapatkan negara ini dari Susi?" tutup Junisab.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA