"Gayanya harus diubah. Tidak boleh sama dengan kami (mahasiswa) maupun kawan-kawan LSM yang punya keterbatasan akses dan tidak ada jaminan UU," ujar Ketua Bidang Keilmuan DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bidang Keilmuan Dedi Irawan kepada
Kantor Berita Politik RMOL (Kamis, 27/8).
Pernyataan Dedi ini menanggapi sejumlah kritik pedas dan dinilai kurang sopan dari anggota DPR terkait besaran anggaran Rp 140 miliar untuk pembuatan website Revolusi Mental yang baru diluncurkan Menteri Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Puan Maharani.
"Kita harus cermati. Ini anggarannya masih dugaan, bukan fakta kebenaran. Apalagi pihak Kemenko sudah mengklarifikasi bahwa itu tidak benar. Itu salah satu contoh saja untuk rasional dan sopan dalam mengkritik," sambungnya.
Lebih lanjut, mahasiswa pascasarjana UI ini menilai bahwa di jaman modern semuanya telah beralih ke sistem digital. Untuk itu, ia menilai wajar jika Kementerian PMK ingin membuat website Revolusi Mental sebagai sarana penghubung antara pemerintah dengan masyarakat.
"Apalagi Revolusi Mental itu kan visi besar dari pemerintahan Kabinet Kerja. Sehingga visi utama memang website sebagai salah satu instrumen sosialisasi masyarakat menjadi sangat penting dan tepat keberadaannya," sambungnya.
Dedi mengatakan, tantangan bangsa akan semakin berat jika para politisi mengedepankan sikap "politik asal beda". Seharusnya semua bergotong royong membangun bangsa ini. Begitu juga rakyat yang memberi kepercayaan kepada pemerintah dan DPR untuk bisa membawa bangsa ini sejahtera. Rakyat selalu berkeyakinan apa yang dilakukan pemerintah dan DPR sejatinya demi kepentingan bangsa.
"Rakyat percaya pemerintah bisa atasi masa-masa sulit. Rakyat juga nggak sewot saat dewan mau beli kasur milyaran rupiah dan bangun gedung dengan fasilitas mewah. Sejatinya rakyat percaya semua itu demi kepentingan bangsa yang lebih baik," tandasnya.
[ian]
BERITA TERKAIT: