"Kalau cuti maka seharusnya pejabat negara ajukan permohonan izin dan melepas fasilitas kenegaraan. Sekarang presiden mau ajukan izin ke siapa? Karena sistem kita presidensil, DPR atau MPR bukan atasan presiden, semua sejajar," kata Doktor hukum tata negara, Margarito Kamis, kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (17/3).
Presiden SBY dalam hal ini tidak bisa melimpahkan kewenangannya kepada siapapun termasuk wakil presiden. Malah, dalam hal ini wakil presiden-lah yang harus berkoordinasi ke presiden.
Selain itu, sejalan dengan pernyataan jubir presiden, ada beberapa fasilitas yang melekat pada presiden selama masa cuti kampanye. Misalnya soal pengamanan.
"Apa betul dia tidak gunakan fasilitas negara dalam kampanye politik? Kalau begitu paspampres itu apa? Tidak perlu ngomong cuti. Dia tetap presiden dan bisa melakukan tindakan hukum selaku presiden selama kampanye," tegas ahli hukum asal Ternate ini.
Menurut Margarito, kalau presiden tetap ingin berkampanye maka bisa mengubah formatnya. Misalnya, dengan cara-cara dialog dengan masyarakat atau LSM membicarakan kemananan jelang pemilu atau isu lainnya. Meski sebagai presiden,
toh pada akhirnya orang melihat SBY sekaligus sebagai ketua umum Partai Demokrat. Kampanye terselubung itu halal.
"Dengan dia (SBY) melakukan pertemuan di Riau (kemarin) untuk mengatasi bencana, itu menurut saya kampanye terhebat. SBY seharusnya di Magelang untuk kampanye, tetapi dia malah di Riau mengendalikan asap. Apalagi SBY sendiri yang mengakui bahwa ia lebih memilih berada di Riau, masyarakat tambah simpatik," ucap Margarito.
[ald]
BERITA TERKAIT: