Penegasan itu diutarakan Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, politisi PDI Perjuangan yang menjabat Wakil Ketua Komisi I DPR RI, beberapa saat lalu (Minggu, 9/2).
Pria yang pernah menjabat Sekretaris Militer era Presiden Megawati ini menyatakan, era reformasi telah banyak mengubah situasi politik, hukum, ekonomi, termasuk reformasi di lingkungan ABRI saat itu.
Sebelum tahun 1998 (era Orde Baru ), TNI dan Polri yang saat itu disebut ABRI, menjadi kekuatan politik yang tak ada tandingannya. Bermodal Dwi Fungsi, ABRI masuk di semua lini yaitu eksekutif, legislatif bahkan di yudikatif. Bahkan hanya menyisakan sedikit ruang bagi kekuatan sipil .
Era reformasi kemudian telah mengembalikan TNI pada peran dan fungsi sebenarnya. TNI tidak lagi berpolitik dan berbisnis, tapi TNI telah menjadi kebanggaan bangsa sebagai tentara rakyat, tentara nasional, tentara pejuang dan tentara profesional .
Menurut dia, sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004, TNI sudah menjauhi politik praktis. Tetapi kini ada kekuatan politik yang justru ingin menjerumuskan TNI dalam pusaran politik.
"Sangat disayangkan kalau kemudian justru para politikus-lah yang mulai 'menggoda' TNI untuk kembali bermain politik praktis. Misalnya mengajak jenderal-jenderal aktif masuk ke dalam jajaran partai , termasuk menarik Panglima TNI aktif menjadi calon presiden," jelas Hasanuddin.
Kata dia juga, di zaman Orde Baru sebenarnya sangat jelas sikap perjuangan ABRI. ABRI hanya mengenal politik negara.
"Tapi kemudian Soeharto yang menggeser peran dan fungsi ABRI masuk dalam ranah politik praktis melalui Dwi Fungsi-nya sebagai kekuatan sosial politik," tandasnya.
[ian]
BERITA TERKAIT: