Pakar tata negara, Margarito Kamis, menyebut wacana yang dilontarkan bekas Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, itu sebagai "tafsir konstitusi Abu Nawas".
"Saya kira Anas melemparkan wacana itu tidak serius. Tapi, kalau presiden SBY mau menanggapinya serius, ya itu hak dia," kata Margarito kepada
Rakyat Merdeka Online, Kamis petang (19/9)
Dia mengatakan, jabatan kepresidenan adalah satu lembaga yang terdiri dari presiden dan wakil presiden. Sangat tak beretika bila seorang yang baru saja dipaksa pensiun oleh konstitusi malah melakukan akal-akalan agar bisa masuk kembali ke dalamnya.
"Secara detail tidak ada pasal yang melarang orang sudah dua kali presiden mencalonkan jadi cawapres. Tapi itu tak etis dan tak sejalan dengan kaidah lembaga kepresidenan," ucapnya.
Terlepas dari persoalan etika itu, doktor hukum asal Ternate ini menilai usulan tersebut justru merendahkan Presiden SBY sendiri. Karena, persoalan ini sama sekali beda dengan langkah politik SBY yang rela turun pangkat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat untuk menyelamatkan elektabilitas partai.
"Tapi sekali lagi, kalau SBY mau menanggapi serius ya terserah dia. Tapi usulan ini saya pikir merendahkan SBY dan lucu-lucuan saja," tegasnya.
Dan bila SBY mengikuti saran Anas Urbaningrum itu, maka akan timbullah perdebatan luar biasa ramai di republik ini.
"Kalau SBY mengikuti, langit konstitusi kita akan sangat berwarna-warni. Konstitusi kita memang punya lubang politisasi. Itu yang dilihat Anas hingga membuatnya mengeluarkan pernyataan politik," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: