Negara Harus Penuhi Hak Nelayan Terdampak Bencana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 17 Juli 2013, 15:33 WIB
Negara Harus Penuhi Hak Nelayan Terdampak Bencana
illustrasi/net
rmol news logo Bencana banjir bandang kembali mendera Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Banjir lebih dahsyat dari yang pernah terjadi di Januari 2013 dan mengakibatkan 9.600 rumah di Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, terendam air dan lumpur. Hampir 70% korban merupakan keluarga nelayan.

Selain mengalami kerugian material berupa kerusakan perabotan rumah tangga, kapal dan peralatan melaut diterjang gelombang mengakibatkan kerusakan parah dan hilang. Banjir bandang yang tejari pada Sabtu (13/07) malam terjadi akibat curah hujan tinggi di wilayah selatan Kendal sejak Sabtu siang hingga malam hari, yang berdampak jebolnya tanggul Kali Kutho yang tidak kuat menahan tingginya debit air.

Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan pada tanggal 17 Juli 2013 mendapatkan informasi bahwa 74 kapal nelayan hanyut dan hilang. Dari jumlah tersebut baru diketemukan 62 buah dalam kondisi rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan.

"Sisa sebanyak 12 buah kapal hingga saat ini belum ditemukan," kata Sekjen Kiara, Abdul Halim, dalam keterangan persnya, Rabu (17/7).

Rusak dan hilangnya kapal beserta peralatan melaut para nelayan mengakibatkan kerugian sangat besar bagi nelayan. Masing-masing nelayan yang kehilangan kapal mengalami kerugian mencapai Rp 40 juta, sementara bagi yang kapalnya mengalami kerusakan berat mereka rugi mencapai Rp 15 juta. Sedangkan kapal nelayan yang mengalami kerusakan sedang harus menanggung rugi rata-rata Rp 10 juta.

Demikian juga dengan kapal yang mengalami kerusakan ringan mereka harus kehilangan aset sedikitnya Rp 5 juta. Di sisi lain, sedikitnya terdapat satu rumah rusak berat dan mengalami kerugian mencapai Rp 10 juta serta satu toko warga rusak ringan yang harus menanggung rugi hingga Rp 2 juta.

Abdul Halim menambahkan, sudah seharusnya negara hadir dan memberikan solusi konkrit terhadap nelayan yang terkena bencana tersebut. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 26 ayat (2) telah menegaskan bahwa "Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar". Sedangkan pada pasal 33 secara tegas menyatakan "Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 tahap meliputi prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana."

Namun ironisnya, kata dia, seringkali pada setiap terjadi bencana alam, pemerintah hadir hanya meninjau dan memberikan bantuan pada saat tanggap darurat guna membangun pencitraan semata. Sedangkan upaya untuk membangun kembali kehidupan para korban pasca bencana nyaris diabaikan.

"KIARA mendesak kepada pemerintah untuk tidak hanya terfokus pada saat tanggap darurat, tapi juga harus lebih serius dalam memberikan bantuan perlindungan bagi keberlanjutan kehidupan korban bencana di kampung nelayan ini," demikian Abdul Halim. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA