Salah satu sebabnya adalah peraturan Menteri Dalam Negeri yang melarang sumbangan atau kontribusi dari Instansi Vertikal atau lembaga pemerintah yang merupakan cabang dari kementerian pusat dan berada di wilayah administrasi, sebagai kepanjangan tangan dari departemen pusat.
Kedua, masalah mental aparatur. Masalah mental ini lebih dikarenakan upah kerja yang sangat minim. Hal itu diakuinya jadi masalah klasik namun berpengaruh besar bagi sistem di dalam LP.
"Mereka jaga malam dengan uang sangat minim. Soal rendahnya gaji sangat klasik," dalam sebuah diskusi bertajuk "Gelap Mata di Tanjung Gusta", di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7).
Sebagai advokat non aktif, Trimedya mengklaim sangat berpengalaman melakukan kunjungan di dalam penjara. Di penjara, apapun bisa terjadi kalau ada uang mengalir. Jadi, ada kemauan warga binaan untuk menyuap, dan ditambah kondisi mental aparatur yang gajinya minim.
Masalah ketiga adalah bagaimana pola pembinaan yang dilakukan petugas LP. Kemudian ada persoalan remisi dan pembebasan bersyarat di PP PP 99/2012 yang sangat politis. Komisi III pun pernah berdebat panjang lebar dengan Menteri Hukum dan HAM mengenai peraturan pemerintah yang mengatur syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan ini.
"Ini akumulasi, inilah titik kulminasi paling tinggi. Saya melihat problem paling rentan adalah di zaman Pak Amir. Tingkat reaksi kemarahan terhadap kebijakan-terhadap yang tidak pro terhadap warga binaan sangat tinggi," terangnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: