"Kalau berlebihan, maka reaksi negatif itu akan merugikan sendiri buat mereka. Seandainya Yani dan Sudding berikan argumentasi cerdas dan mencerahkan, yakinkan publik dan berikan buktikan bahwa dia pro pemberantasan korupsi maka itu akan menguntungkan secara politik," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (6/7).
Di kesempatan sama, Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jayadi Hanan, mengatakan, indikator yang digunakan ICW memang agak longgar. Apalagi ICW mengukur komitmen seseorang. Mengukur komitmen itu berarti mengukur sesuatu belum berbentuk tindakan nyata.
"ICW cari kriteria yang sifatnya 'kira-kira mengindikasikan', tidak berbentuk tindakan nyata," ucapnya.
Dia menyebut lima indikator yang dilansir ICW. Yaitu, anggota DPR dan caleg yang namanya pernah disebut dalam dakwaan atau saksi di persidangan korupsi, bekas terpidana korupsi, pernah dijatuhi sanksi oleh Badan Kehormatan DPR, pernah keluarkan pernyataan di media massa yang dipersepsikan sebagai sikap tidak mendukung pemberantasan korupsi, dan politisi yang dukung revisi UU KPK yang dipersepsikan sebagai sikap tidak mendukung pemberantasan korupsi.
"Yang dilakukan ICW ini mengajak masyarakat menilai caleg-caleg. Para politisi kalau lihat indikasi ini jangan kebakaran jenggot dan santai saja, karena belum tentu berpengaruh buruk pada elektabilitas. Pileg itu beda dengan pilpres atau pilgub," katanya.
[ald]
BERITA TERKAIT: