Begitu ditegaskan Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane, dalam keterangan persnya yang diterima redaksi, Minggu (14/4).
Pada 2006, MK mencabut pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUHP tentang penghinaan presiden. Ketiga pasal itu dinilai MK menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada Presiden dan atau Wakil Presiden. Tapi kini, ada upaya menyelundupkan pasal ini ke dalam RUU KUHP.
"Upaya penyelundupan ini menunjukkan rendahnya moralitas hukum pemerintah. Sebab pasal yang sudah dikubur MK masih diupayakan untuk dihidupkan lagi," tegas Neta lagi.
Dia ingatkan, pemaksaan bisa membuat pemerintah dan DPR dinilai melanggar konstitusi. Jika pemerintah dan DPR melanggar konstitusi, maka legalitasnya dipertanyakan.
Berkaitan dengan hal itu, Ind Police Watch (IPW) yang tergabung dalam Forum Rakyat Anti-Pasal Represif akan menemui Ketua MK Akil Mochtar pada Senin besok untuk meminta fatwa MK soal pasal tersebut. Lebih lanjut Neta berharap semua pejabat publik termasuk presiden, harus memahami risiko jabatan. Jika tidak becus memimpin, pasti akan dikritik dan diolok-olok rakyat.
"Ppejabat publik harus bisa menjaga sikap jangan menghina kedudukannya sendiri," demikian Neta.
[dem]
BERITA TERKAIT: