"Benar tidak 15-17 orang itu membawa senjata semua? Gerombolan membawa belasan senjata api, hampir pasti itu aparat," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 2/4).
Kemudian, TB mempertanyakan mengapa tim invesitigasi yang menyidik kasus ini terlalu meributkan soal kaliber (garis tengah) peluru. Dia menjelaskan, ada empat macam kaliber.
Pertama, kaliber 7.62 x 39 adalah senjata yang dibuat PT Pindad dipakai oleh satuan Brimob.
Kedua, kaliber 7.62 x 45 dibuat untuk senjata SS-1 tipe SB dipakai oleh satuan Sabhara Polri.
Ketiga, kaliber 7.62 x 51 untuk senjata SP1 dipakai oleh satuan Teritorial TNI.
Keempat, kaliber 7.62 x 61 digunakan untuk senjata mesin yang dipakai oleh satuan khusus di mana saja (TNI). Biasanya, jenis ini dipakai untuk senjata serbu di atas mobil atau senjata mesin. Biasa disebut juga GPMG atau general-purpose machine guns.
"Selongsong peluru itu pasti ditemukan dan saya heran kenapa tidak dari sana dimulainya," tegasnya.
Sebetulnya, lanjut dia, hanya dengan melihat selongsong peluru maka akan terdeteksi siapa pemakainya karena ada tahun produksi dan biasa dipesan oleh satuan tertentu pada periode tertentu.
Mengenai dugaan penggunaan senjata AK-47 dalam penyerangan, dia akui bahwa senjata AK-47 buatan Uni Soviet (Ukraina) masih digunakan oleh pasukan elite TNI-AD atau TNI AU. Selain itu, ada AK-47 versi Pindad yang digunakan oleh Brimob Polri.
Selain itu, TB juga yakin para pelaku bisa dideteksi dari granat yang digunakan para pelaku. Dia akui, penggunaan granat cuma di lingkungan TNI. Tapi, masih bisa dilihat produk buatan mana dan jenisnya. Apakah jenis granat ledak, granat asap, atau granat pecahan.
"Jangan orang menjadi bias karena berita yang dilansir dan masih tinggi variabelnya. Saya pribadi heran kenapa tim yang melakukan investigasi awal ke LP Cebongan terus ramai soal kaliber," ungkapnya lagi.
Semua temuan awal, kata dia, harus dikembangkan oleh penyidik yang ahli dan tak boleh diarahkan langsung ke satuan tertentu.
"Kalau KSAD bilang ada indikasi anggota TNI AD terlibat, ya bisa saja, Tapi indikasi itu kan belum tentu benar," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: