"Tindakan otoritarianisme Surya Paloh membunuh demokrasi di tubuh Partai Nasdem," ujar Yusuf kepada media di Galeri Kafe, TIM, Jakarta Pusat, Jumat (1/2).
Ada dua alasan Yusuf mundur. Menurutnya, hasrat Surya Paloh menjadi ketua umum melahirkan absolut power di tubuh partai. Saat memaksakan diri menjadi ketua umum, Surya Paloh merupakan ketua Majelis Nasional (MNP) Partai Nasdem. Tindakan Surya Paloh mirip apa yang terjadi di rezim Orde Baru di bawah sikap otoritarian mantan Presiden Soeharto.
Alasan kedua, posisi Surya Paloh menjadi ketua umum telah mengakibatkan perpecahan internal partai. Padahal posisi sebelumnya sebagai Ketua MNP adalah kombinasi dengan struktur kepemimpinan di tubuh partai. Dimana partai dipimpin oleh anak-anak muda yang telah membuktikan prestasinya dengan mengantarkannya sebagai partai yang lolos sebagai peserta Pemilu 2014 mendatang.
"Lolosnya Partai NasDem sebagai satu-satunya partai baru adalah kombinasi kepemimpinan organisasi," kata Yusuf.
Sebagai inisiator gerakan restorasi, lanjut dia, semestinya Surya Paloh memposisikan diri sebagai negarawan yang bijak sebagaimana dipersepsikan masyarakat terhadap kehadiran Partai Nasdem. Pada Kongres I di Jakarta, Yusuf masih percaya bahwa SP tidak akan menerima posisi ketum. Ia mengikuti dengan seksama bagaimana pelaksanaan kongres hingga akhirnya peserta benar-benar memilih Surya Paloh sebagai ketua umum.
"Hati saya miris karena kongres tidak lebih sebagai kelompok paduan suara. Ada pengkondisian agar kongres melahirkan kesepakatan aklamasi," sebutnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: