Analis politik dari Universitas Paramadina, Mohamad Ikhsan Tualeka menilai, pengakuan itu sebagai bergaining position yang coba dikirim Anis kepada Setgab Koalisi yang dipimpin Presiden SBY.
"Secara politis ini sebagai teori cumi-cumi. Menyemprotkan tinta untuk mengamankan diri. Anis memberi sinyal bantu PKS, kalau tidak maka mereka akan keluar," katanya kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (1/2)
.
PKS benar-benar terpojok dengan status tersangka dan penahanan Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK. Elit PKS anggap kasus Lutfi buah dari silent operation lawan politik jelang pemilu 2014. Namun tetap saja citra PKS terpuruk karena fakta hukum persidangan yang akan dikonsumsi publik.
"Dalam kontek ini Anis Matta minta ada pengkodisian. Dia sadar proses hukum yang melilit kader telah melahirkan persoalan politik sangat besar bagi PKS," imbuh Ikhsan.
Soal efektif atau tidak sinyal yang dikirim Anis ke Setga Koalisi, kata dia, merupakan urusan lain. Tapi setidaknya PKS telah melakukan emergency komunikasi politik.
"Saya yakin PKS tidak akan berani keluar dari kabinet. Dari dulu wacananya seperti itu, tapi PKS tetap berada di koalisi. Dengan berada di koalisi, mereka punya intensif yang besar menaikkan elektoral. Ada banyak logistik dan sumber daya politik yang bisa digunakan ketimbang mereka berada di luar pemerintahan," katanya.
Menurut Ikhsan, SBY harus tegas merespon sinyal Anis Matta. SBY harus memberi pilihan kepada PKS; memperilakan untuk keluar atau tetap memperkuat kabinet.
"SBY harus menunjukkan keberpihakan kepada penegakan hukum utamanya pemberantasan korupsi. Kalau SBY memnyanggupi permintaan PKS, mengkondisikan kasus yang menjerat Luthfi Hasan Ihaaq, maka publik pasti menilai buruk," demikian Ihsan yang aktif di Indonesia of Parlement.
[dem]
BERITA TERKAIT: