Hasil eksaminasi Koalisi Amankan Pemilu 2014, merinci keputusan janggal yang dibuat DKPP. Antara lain memerintahkan Komisi Pemelihan Umum agar mengikutsertakan 18 parpol yang sebelumnya tidak lolos verifikasi administratif dalam tahapan verifikasi faktual. DKPP dalam hal ini melampaui tugasnya.
"Kedua DKPP melampaui kewenangannya, karen tidak hanya memutuskan soal kode etik penyelenggara pemilu, tapi juga memutuskan persoalan yang mengatur internal Sekretariat KPU. Ini semestinya dieksekutori Bawaslu, bukan DKPP," kata Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mewakili Koalisi Amankan Pemilu 2014 dalam jumpa pers 'Eksaminasi Publik atas Putusan DKPP No. 25-25/DKPP-PKE-I/2012' di Hotel Santika, Jakarta, Minggu (6/1).
Ketiga, lanjut dia, DKPP bertindak seolah-olah menjadi sebuah lembaga peradilan yang berwenang memeriksa dugaan pelanggaran yang memiliki akibat hukum bagi hak parpol untuk mengikuti pemilihan umum. Tindakan DKPP ini dikhawatirkan dapat mengacukan sistem penyelesaian masalah hukum pemilu yang dibangun dalam UU 8/2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD.
Keempat, DKPP di bawah kepemimpinan Jimly Asshiddiqie bersikap ragu dalam menyatakan apakah teradu (Komisioner KPU) telah terbukti atau tidak melanggar kode etik, dan tidak memberikan rehabilitasi kepada Komisioner yang tidak terbukti melanggar kede etik.
"Kalau terbukti melanggar kode etik harusnya dapat sanksi. Bisa tertulis, berhenti sementara dan berhenti tetep. Kalau tidak terbukti maka harus direhabilitasi," papar Refly.
Terakhir, dalam putusan DKPP terdapat
contradictio interminia antara pertimbangan hukum dengan putusan yang dijatuhkan.
[dem]
BERITA TERKAIT: