Demikian poin utama yang disampaikan Kepala Pusat Kajian Maritim Sekolah Staf dan Komando (Kapusjianmar) Laksamana Pertama TNI Salim dalam kegiatan belajar kepada Pasis Dikreg Seskoal Angkatan ke-63 di Bumi Cipulir Seskoal, Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.
Laksma Salim menjelaskan bahwa
asymmetric warfare memiliki ciri penggunaan strategi, taktik dan teknologi inovatif untuk menghindari peperangan secara langsung.
“Saat ini terkadang negara harus menghadapi
non state actor. Kemudian harus bisa membedakan pemberontakan dan kontra pemberontakan, perang gerilya, terorisme dan kontraterorisme atau tipe hibrid,” ujar Salim.
Kandidat Doktor di Universitas Airlangga itu memberikan tugas kelompok kepada Pasis Seskoal untuk mendiskusikan potensi
asymmetric warfare yang terjadi seluruh belahan dunia.
Peperangan model hibrid kini marak di belahan dunia. Hal itu tertuang dalam anatomi perang modern yang membagi bentuk ancaman hibrida. Di antaranya perang informasi, ancaman siber, perang ekonomi, disinformasi hingga
bioterrorism.“Ini semua tanda-tandanya sudah banyak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” pungkas Salim.
Pemaparan materi itu mendapat antusias tinggi dari Pasis Seskoal dengan keaktifan bertanya. Beberapa isu kontemporer saat ini seperti regulasi untuk menghadapi perang siber, masalah pandemi Covid-19 hingga lemahnya minat Gen Z masuk tentara.
BERITA TERKAIT: