Pembelian tahap kedua ini juga terdiri dari tiga unit kapal selam, sama seperti tahap sebelumnya. Perjanjian pembelian berikut skema alih teknologi ditandatangani 12 April 2019 lalu. Namun terbetik berita, pihak Turki tidaklah patah arang.
Seperti diketahui, Turki adalah salah satu dari empat negara produsen kapal selam diesel elektrik yang menawarkan produknya untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum (MEF) TNI AL. Baik Korea Selatan, Turki, Perancis maupun Rusia, masing-masing menawarkan skema paket pembelian dengan keunggulannya sendiri.
Pihak Turki sendiri masih berkeinginan meraih kesempatan di “ronde†berikutnya. Jika merunut peta strategi MEF
(minimum essential forces), TNI AL membutuhkan sedikitnya 12 unit kapal selam yang terealisasi pada pembelian tahap kedua, baru mengisi jumlah kapal selam TNI AL sebanyak delapan unit. Empat unit sisanya inilah yang masih diperebutkan, kendati kontraknya mungkin baru bisa direalisasikan sekitar 2 – 4 tahun lagi.
Dikabarkan bahwa Turki menyodorkan dua tipe kapal selam sekaligus, yaitu yang masih sejenis dengan
Chang Bogo (masih derivat
Type 209 buatan Turki lisensi Jerman) dan
Type 214 yang lebih canggih. Konon pihak Turki sudah menyiapkan “jurus rahasia†agar Indonesia kepincut pada
Type 214 yang dibekali fitur-fitur spesial itu.
Bahkan pihak Turki sudah menegaskan bahwa skema yang disodorkan pihak DSME pun bisa mereka penuhi. Indonesia memang mensyaratkan skema alih teknologi berjenjang, di mana hal itu sudah dilakukan lewat pembelian tahap pertama. Dalam pembelian tahap kedua, semakin banyak porsi pekerjaan yang dilakukan di fasilitas produksi PT PAL, Indonesia.
Ditargetkan, setelah pembelian tahap kedua ini terealisasi, Indonesia lewat PT PAL sudah memiliki dasar teknis yang cukup untuk memproduksi kapal selam sendiri. Lewat produksi mandiri itulah proses pembelajaran perihal desain kapal selam secara mandiri bisa didapatkan.
Satu catatan khusus, di negara-negara lainnya, perguruan tinggi dan badan riset kerap dilibatkan dalam proses alih teknologi setiap pembelian alat utama sistem senjata (alutsista). Ini belum terdengar gaungnya di Indonesia. Pelibatan perguruan tinggi dan badan riset penting, karena alih teknologi akan sia-sia jika dilakukan hanya sesaat. Generasi lanjut juga perlu dipersiapkan.