Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Prof Azyumardi: Tolak Nasionalisme Indonesia Berarti Kufur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 02 Agustus 2018, 07:59 WIB
Prof Azyumardi: Tolak Nasionalisme Indonesia Berarti Kufur
Azyumardi Azra/Humas BNPT
rmol news logo Akhir-akhir ini ada sebagian masyarakat, terutama kelompok radikal terorisme yang kembali mempertentangkan hubungan antara agama dan nasionalisme.

Mereka bahkan mengklaim nasionalisme bertentangan dengan agama. Cara-cara ini dilakukan bertujuan untuk kembali memecah semangat persatuan dan kesatuan di Bumi Nusantara. Padahal, semua tahu bahwa agama dan nasionalisme adalah senjata ampuh bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan serta merekatkan persatuan dan kesatuan selama 73 tahun merdeka.

Hal tersebut terlihat ketika para ulama beserta para pemimpin nasional lain membahas dasar negara, bentuk negara Indonesia setelah merdeka pada 17 Agustus 1945.  

Pembahasan itu berlangsung bersama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di mana sejumlah pemimpin Islam, tokoh Islam baik dari Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah ikut bergabung bersama tokoh-tokoh nasional lainnya.

"Mereka menyepakati dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Dengan penerimaan Pancasila itu sebenarnya tidak ada lagi masalah antara Islam dan nasionalisme karena Pancasila itu adalah bentuk nasionalisme religius, terutama dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang mencerminkan nasionalisme yang religius. Pancasila itu adalah aktualisasi dari nasionalisme religius itu. Jadi sebetulnya masalah itu sudah selesai," ujar Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah  Jakarta, Azyumardi Azra di Jakarta, baru-baru ini.

Azyumardi menceritakan, pada awal abad 20 seorang ulama asal Kalimantan Barat bernama, KH Basyuni Imran mengirim surat kepada salah satu pembaru Islam Syech Muhammad Rasyid Ridha di Kairo, Mesir. Basyuni menanyakan mengenai bagaimana hubungan antara Islam dengan nasionalisme, bertentangan atau tidak. Dari situlah Syech Muhammad Rasyid Ridha menjawab bahwa Islam dan nasionalisme itu tidak bertentangan. Inilah yang kemudian oleh bangsa Indonesia diaktualisasikan dengan Panacasila.

"Beliau mengangkat sebuah hadits yaitu Hubbul Wathan Minal Iman yang artinya  Mencintai Tanah Air Itu adalah Bagian dari Iman. Dari penjelasan itulah disebutkan bahwa Islam dan nasionalsime itu tidak bertentangan,” ujar Azyumardi.

Lebih lanjut Azyumardi mengatakan, nasionalisme yang di maksud Syech Rasyid Ridha  adalah nasionalisme religius yang sesuai dengan Islam dan tidak bertentangan dengan Islam.

"Kalau ada orang Islam di Indonesia yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme, saya kira orang-orang itu terpengaruh oleh paham-paham dari Timur Tengah yang menolak nasionalisme,” kata mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.  

Pria kelahiran Padang Pariaman, 4 Maret 1955 ini menjelaskan, di Timur Tengah ada kalangan muslim menolak nasionalisme dikarenakan bentuk nasionalismenya adalah sekuler. Ironisnya, ada sebagian orang Islam di Indonesia yang tidak  paham sejarah dan dinamika konteks politik yang ada di Timur Tengah, malah ikut menolak nasionalisme di Indonesia.

"Padahal nasionalisme yang ada di Indonesia itu adalah nasionalisme religius. Bukan nasionalisme atas dasar prinsip atau paham sekularisme seperti di Timur Tengah. Karena sekularisme di Timur Tengah itu tidak bersahabat dengan agama. Nah  di Indonesia tidak seperti itu," kata pria yang juga ahli sejarah, dan sosial Islam ini.

Ia menegaskan, kalau ada orang yang menolak nasionalisme Indonesia,  itu berarti kufur atau mengingkari nikmat. Dalam Islam sendiri mengingkari nikmat itu adalah salah satu dosa terbesar.

"Jadi penganut agama apapun khususnya kalau dalam konteks Islam wajib mensyukuri nikmat Allah yaitu telah memberikan Indonesia majemuk, beragam, plural  tetapi bersatu," terangnya.

Azyumardi  menambahkan, Indonesia yang hampir 73 tahun menginjak usia merdeka juga harus bebas dari radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.

“Dengan damai itu Indonesia bisa membangun, dengan membangun bisa menyejahterakan masyarakatnya, meningkat kesejahteraan, meningkat pendidikan, meningkat ekonominya. Kalau perang terus seperti yang terjadi di Suriah, di Irak, kapan negara ini mau membangun kalau konflik bunuh-bunuhan terus," tukas Azyumardi. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA