Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto menjelaskan, output dari indoktrinasi yang dilakukan oleh jaringan teror biasanya tidak langsung mengarahkan anak tersebut terlibat dalam aksi bom.
"Namun pada tahap tertentu anak juga terlibat menebarkan ekspresi kebencian," ujarnya di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/5).
Menebarkan ekspresi kebencian yang dimaksud oleh Susanto, diantaranya adalah kebencian terhadap pemerintah, aparat negara, sistem negara serta kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka.
"Pola penyebarannya, umumnya memilih jalan aman," lanjutnya.
Susanto meminjam istilah Lorne L. Dowson, yang menyebutkan sistem penyebaran paham teror seringkali bersifat interpersonalisme.
Dia juga mengimbau, berbagai pihak sebaiknya dapat mendeteksi sejak dini pergerakan pola indoktrinasi ini agar meminimalisir dampaknya ke depan.
"Sistem ini menyebar secara personal ke personal lain secara masif, sehingga pola geraknya sulit dilacak. Maka deteksi dini harus dilakukan oleh berbagai pihak baik pihak sekolah, keluarga, guru ngaji, dan masyarakat," tukasnya.
Modus indoktrinasi merupakan satu dari empat modus yang digunakan oleh gerakan terorisme yang ada di Indonesia untuk merekrut pelaku teror 'pengantin'.
[sam]
BERITA TERKAIT: