"Tidak ada yang janggal. Serangan di mesjid, sehabis salat, dalam suasana lebaran menunjukkan bahwa ideologi mereka sangat berbeda dari ideologi umumnya orang Indonesia," terang pakar teroris Universitas Indonesia, Al Chaidar kepada RMOL, Sabtu (1/7).
Meski demikian, para terduga pelaku teror, urai Al Chaidar, tetap menjalankan perintah agama islam. Seperti yang dilakukan terduga pelaku teror di masjid Falatehan, Jakarta Selatan, Jumat (30/6) malam.
"Agama yang mereka anut sangat berbeda dari agama mayoritas masyarakat. Mereka memandang bahwa merekalah yang paling islami, paling benar, paling lurus dibandingkan orang lain. Meskipun bersyahadat, salat, puasa, zakat dan haji yang sama," papar Al Chaidar.
Seperti diketahui, seorang terduga teroris terpaksa dilumpuhkan karena melukai dua anggota brimob, Jumat malam. Aksi tersebut dilakukan saat korban dan pelaku sama-sama salat isya berjamaah di Masjid Falatehan.
Al Chaidar memastikan terduga pelaku yang tewas diujung peluru itu sebagai pelaku tunggal (Lone Wolf).
Aksi terorisme Lone Wolf sempat menjadi kekhawatiran Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam sebuah pernyataannya akhir tahun lalu, Tito mengatakan, pelaku aksi teror tipe Lone Wolf kerap bergerak sendiri.
Selain itu, mereka juga mempelajari semua teknis dan persiapan secara otodidak. Termasuk menyiapkan rencana operasi dan target eksekusi.
"Yang agak rawan adalah yang lone wolf. Mereka belajar sendiri dari internet. Mereka radikalisasi sendiri, kemudian melakukan operasi sendiri. Memang jarang terjadi, dan impact (dampak)-nya kecil," ungkap mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri tersebut saat itu.
[san]
BERITA TERKAIT: