"Kita paham, siapapun yang dimenangkan oleh pengumuman KPU pada 22 Juli mendatang, yg kalah pasti akan menuding lawannya yang menang melakukan kecurangan," kata anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo melalui pesan elektroniknya, Minggu (13/7).
Namun, sejauh disalurkan pada mekanisme konstitusi tidak masalah. Yakni, mengajukan gugatan ke MK. Justru, menurut dia, yang berbahaya jika ada pengerahan massa di tingkat akar rumput. Di sinilah sebetulnya penanganan dini aparat dibutuhkan, mencegah dan melumpuhkan benih-benih konflik horizontal tersebut dari kedua belah pihak.
"Di sinilah peran intelejen negara dipertaruhkan," tegasnya.
Ia mengamati, ada kecenderungan aneh yang terjadi sebelum dan setelah pelaksanaan Pilpres 2014. Presiden dan beberapa pejabat tinggi negara, termasuk Kepala BIN, mengungkap potensi konflik. Sejauh yang dipahami masyarakat, jelas dia, informasi potensi konflik seharusnya dilokalisir di kalangan intelijen dan pejabat negara yang berkaitan dan bukan disebarluaskan.
Lazimnya, potensi konflik itu langsung direspons atau dieliminasi, sebelum dia benar-benar mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun, jelang dan sesudah Pilpres 2014 ini, potensi konflik itu terus menerus disebarluaskan.
"Kepala BIN pernah mengatakan, konflik bisa muncul karena ketidakpuasan kubu calon presidenyang kalah terhadap hasil Pilpres. Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui jika persaingan Pilpres 2014 sangat keras dan rawan terjadi konflik," ulasnya.
Sekali lagi, dia mengimbau agar pernyataan tentang rawan konflik tidak dilanjutkan. Karena hal ini bukan hanya menebar rasa takut, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian
.[wid]
BERITA TERKAIT: