Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buntut Pemulangan 74 Pelaut Indonesia, KPI Serukan Moratorium Ke Taiwan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 19 Februari 2014, 19:16 WIB
Buntut Pemulangan 74 Pelaut Indonesia, KPI Serukan Moratorium Ke Taiwan
foto: net
rmol news logo Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah melakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pelaut Indonesia ke kapal-kapal perikanan milik atau yang dioperasikan pengusaha Taiwan.

Pasalnya, dari waktu ke waktu penelantaran ABK Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan makin bertambah tanpa penyelesaian tuntas, terutama hak upah para ABK tidak dibayarkan. Selain sering menyengsarakan pelaut, kapal-kapal Taiwan itu juga merusak citra Indonesia karena sering berganti nama dan menggunakan bendera Indonesia di tengah laut tanpa melalui prosedur yang legal.

"Pemerintah harus segera melakukan moratorium untuk menghentikan kasus-kasus perbudakan pelaut Indonesia di kapal-kapal perikanan Taiwan," kata Presiden KPI, Hanafi Rustandi, menanggapi pemulangan 74 pelaut perikanan yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan, Selasa (18/2).

Pelaut yang dipulangkan dari Cape Town, Afrika Selatan, itu menambah panjang kasus pelaut Indonesia bekerja di kapal-kapal Taiwan. Sebelumnya, terjadi kasus penelantaran 163 ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan di Trinidad and Tobago dan sampai saat ini tidak ada penyelesaian atas hak-hak mereka.

Kedatangan pelaut dari Cape Town disambut Sekretaris Pimpinan Pusat KPI Sonny Pattiselanno, staf Protokol dan Konsuler KBRI di Pretroria-Afsel, Risa WS Wardhani, Konsul RI di Cape Town, Adhi Wibowo, serta Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Teguh Hendro Cahyono.

Ke-74 pelaut itu bekerja di 7 kapal longline Taiwan yang beroperasi di fishing ground internasional, termasuk di fishing ground Afrika Selatan. Mereka yang sebagian besar berasal dari wilayah pantai utara Jawa Barat/Jawa Tengah itu mendarat di bandara Halim Perdanakusuma (Selasa, 18/2) dengan pesawat carteran atas bantuan pemerintah Afrika Selatan dan dokumen perjalanan difasilitasi Konjen RI di Cape Town, Afsel.

Mereka direkrut 12 agen perekrutan di Indonesia, umumnya di Jakarta dan diterbangkan ke beberapa pelabuhan yang disinggahi kapal di luar negeri. Bahkan, ada yang melalui beberapa pelabuhan transit sebelum ditempatkan di kapal atau dipindah-pindahkan ke kapal lain di laut.

Salah seorang ABK mengaku diberangkatkan dari Jakarta ke Medan, kemudian diberangkatkan lagi ke Penang, Malaysia  untuk naik kapal. Para agen di Indonesia ini mendapat order perekrutan 5 broker pencari tenaga kerja di Taiwan dan satu di Malaysia. Mereka bekerja di 7 kapal perikanan dengan kontrak kerja rata-rata 3 tahun, tapi ada yang sudah bekerja sampai 5 dan 7 tahun. Gajinya antara 170-350 dolar AS per bulan, tergantung pekerjaannya. Namun mereka rata-rata hanya menerima gaji selama 4 bulan pertama, selebihnya sampai saat dipulangkan ke tanah air belum dibayar.

"Yang sangat menyedihkan selama beberapa bulan mereka ditelantarkan setelah kapalnya ditangkap dan ditahan di Cape Town karena melakukan illegal fishing. Akhirnya mereka ditahan Imigrasi setempat sejak 1 Desember 2013," kata Sonny Pattiselanno yang juga sebagai Wakil Ketua ITF (International Transport workers Federation) Asia Pafisik Seksi Perikanan.

Konsul RI di Cape Town, Adhi Wibowo mengungkapkan, kasus ini terungkap setelah ada laporan dari Imigrasi Cape Town yang dalam pemeriksaannya ditemukan 5 ABK tidak memiliki paspor. Setelah diinterogasi, mereka dipindahkan ke kapal lain setelah kapalnya terbakar dan tenggelam sehingga paspornya hilang.

Menurut Sonny, praktek perekrutan dan penempatan serta pengerjaan pelaut di kapal-kapal ikan Taiwan dilaksanakan tanpa memenuhi prosedur pengawakan sebagaimana diatur Peraturan Kepala BNP2TKI No. Per.03/KA/I/2013 tentang Tata Cara Perekrutan, Penempatan dan Perlindungan Pelaut Perikanan, maupun peraturan-peraturan nasional lainnya. Para ABK yang direkrut dan ditempatkan di kapal, buku pelautnya tanpa disijil dan tanpa Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang disahkan oleh pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Hanafi juga mendesak pemerintah RI melakukan protes keras terhadap Taiwan atas penggunaan bendera Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan secara illegal. Di sisi lain Hanafi, yang juga Anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) dan Ketua ITF Asia-Pasifik, mendesak pemerintah melakukan penyelidikan atas status hukum ke 7 kapal ikan Taiwan yang menggunakan bendera Indonesia dalam kasus ini.

"Baik menyangkut proses pendaftaran dan balik nama kapal, pengukuran kapal, sampai pemasangan tanda selar kapal dan penerbitan Surat Kebangsaan Kapal dan surat-surat kapal lainnya maupun SIKPI," terangnya.  [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA