Dikutip dari
Nikkei Asia, Sabtu 22 Februari 2025, perusahaan asal Taiwan yang terkenal sebagai perakit telepon pintar itu sebenarnya sudah tertarik berinvestasi di Nissan sebelum pembicaraan merger Honda-Nissan dimulai. Mereka ingin menjadikan bisnis mobil listrik sebagai sumber pertumbuhan baru.
Foxconn punya model bisnis seperti pabrik pesanan, mereka merancang dan memproduksi kendaraan sesuai permintaan. Mereka sudah meluncurkan bus listrik dan mobil penumpang di Taiwan, tetapi masih kesulitan masuk ke pasar global.
Foxconn sendiri awalnya menargetkan startup mobil listrik di AS sebagai pelanggan. Namun, banyak startup tersebut bangkrut atau gagal berkembang. Akibatnya, target Foxconn untuk menguasai 5 persen produksi mobil listrik dunia pada 2025 tampaknya sulit tercapai.
Untuk mempercepat ekspansinya, Foxconn kemudian menyusun rencana untuk menjalin kerja sama dengan Nissan, Honda, dan Mitsubishi.
Walaupun merger Honda dan Nissan gagal, keduanya tetap berkolaborasi dengan Mitsubishi dalam pengembangan mobil listrik. Jika Foxconn ikut dalam aliansi ini, semua pihak diyakini bisa mendapatkan keuntungan.
Sejak awal banyak pengamat menilai bahwa merger Honda dan Nissan kurang menjanjikan, karena kedua perusahaan memiliki pasar utama yang sama, yaitu Amerika Serikat dan China, serta model mobil yang mirip. Selain itu, penggunaan pabrik produksi Nissan yang berlebih juga menjadi tantangan.
Foxconn bisa membantu dengan membawa teknologi terbaru dan mengelola fasilitas produksi yang tidak terpakai, seperti rencana mereka mengubah bekas pabrik panel Sharp menjadi pusat data.
Nissan saat ini sedang mengalami masalah keuangan dan butuh segera melakukan perubahan. Moody’s Ratings baru saja menurunkan peringkat utang Nissan menjadi Ba1, yang masuk kategori spekulatif, dengan prospek negatif.
Penurunan ini mencerminkan keuntungan yang lemah akibat permintaan menurun untuk produk Nissan yang sudah lama beredar di pasar. Nissan bahkan memperkirakan akan mengalami kerugian sebesar 80 miliar yen (sekitar 530 juta dolar) untuk tahun fiskal yang berakhir Maret ini.
Nissan juga memiliki utang sebesar 580 miliar Yen yang jatuh tempo pada tahun fiskal 2025, termasuk pembayaran obligasi senilai 1,5 miliar Dolar AS yang dimulai pada September. Dengan peringkat utang yang lebih rendah, Nissan kemungkinan harus membayar bunga lebih tinggi saat memperbarui pinjamannya.
Nissan juga menghadapi persaingan ketat dari produsen mobil listrik China seperti BYD. Presiden Nissan, Makoto Uchida, mengatakan perusahaan akan meninjau kembali strategi mereka dan mencari mitra baru.
Honda pun masih mencari mitra, meskipun hubungan mereka dengan Nissan sempat menegang setelah kegagalan merger.
"Jika Foxconn bergabung dalam kerja sama Honda dan Nissan, hubungan ini masih bisa bertahan asalkan menguntungkan kedua belah pihak," kata seorang eksekutif Honda.
Kemitraan bisnis ini juga bisa berkembang menjadi kepemilikan saham. Saat ini, Renault memiliki 36 persen saham Nissan. Ketua Foxconn, Young Liu, menegaskan bahwa tujuan utama kerja sama ini adalah kolaborasi, tetapi ia mengakui telah berdiskusi dengan Renault mengenai saham Nissan.
Sementara itu, Financial Times melaporkan bahwa sekelompok tokoh penting Jepang, termasuk mantan Perdana Menteri Yoshihide Suga, berusaha meyakinkan Tesla untuk berinvestasi di Nissan. Berita ini sempat membuat harga saham Nissan naik hingga 13 persen dari harga penutupan sebelumnya.
BERITA TERKAIT: