Tindakan ini berpotensi melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Pasalnya, proses penyaringan atlet yang akan tampil di ajang Prakualifikasi PON XVIII, Desember mendatang diduga sarat kepentingan lantaran berlandaskan azas
like and dislike (suka dan tidak suka).
Pemanah divisi
compound DKI Danu Arifianto dalam wawancaranya dengan
Rakyat Merdeka Online, Minggu (6/11) mengaku kecewa berat dan merasa didiskriminasi terkait putusan Pengda Perpani DKI karena tidak mengikutsertakannya dalam seleksi pembentukan tim bersama lima atlet terpilih lainnya. Padahal, di dua kali
scoring test sebelumnya, ia menempati peringkat dua dan empat besar.
“Ini tidak
fair. Saya punya modal kuat untuk ikut seleksi, yaitu rangking yang tidak pernah keluar dari peringkat enam besar. Tapi kenapa saya tidak dipilih dan justru atlet berperingkat bawah yang diikutsertakan. Ada apa ini?, ujar Danu, kesal.
Menurut Danu, kecenderungan pelatih yang menerapkan azas
like and dislike (suka dan tidak suka) dalam memilih, merupakan penyebab dirinya tidak terpilih. Sehingga, dapat dipastikan bahwa pemilihan itu bukan berdasarkan skor ataupun peringkat seperti yang pernah disampaikan sebelumnya.
Dugaan itu menguat dengan dimasukkannya Ditto Rembrant dalam daftar atlet yang dibolehkan bersaing untuk menjadi duta DKI di ajang Pra-PON. Mengingat, selain kalah peringkat, Ditto yang notabene pelatih Ragunan dan pelatih pelatda DKI 2, juga baru sekali mengikuti tes.
“Keputusan ini aneh. Begitu juga pengadaan tes seleksi yang baru-baru ini digelar. Pelaksanannya seolah memungkinkan adanya konspirasi pemangkasan hak saya sebagai warga DKI untuk tampil membela DKI di sebuah ajang kejuaraan,†imbuh Danu yang sudah rela mengocek kantongnya sendiri membeli busur dengan harganya puluhan juta demi tampil dalam ajang PON, Riau 2012 mendatang.
“Kalau begitu caranya, mana sportifitas yang semestinya dijunjung? Ini olahraga, jangan dipolitisir. Lagi pula, mana ada program pembinaan yang melakukan degradasi atlet lebih dari setahun. Ini kan berimplikasi pada penurunan semangat atlet berlatih, karena tidak ketatnya persaingan,†cetus Danu.
Andaikan perlakuan diskriminasi itu disebabkan masalah
attitude, Danu menyarankan, agar pelatih berkaca pada diri sendiri. Sebab, banyak sekali curhatan dari pemanah senior, maupun junior tentang kepemimpinan serta kebijakan pelatih yang kerap memiriskan hati.
“Itu sebabnya, instansi olagraga di DKI Jakarta patut mempertanyakan kredibilitas para pelatih tersebut. Saya juga sudah protes kejadian ini kepada Ketua Umum Perpani DKI, Didi Offandi. Tapi bukannya membantu, melainkan ia seolah tutup mata. Padahal, ia bisa menggunakan hak prerogatifnya guna mengatasi masalah ini,†tutur Danu.
[arp]
BERITA TERKAIT: