Pedagang Kecewa Pansus KTR Abaikan Suara Rakyat Kecil

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Senin, 06 Oktober 2025, 10:09 WIB
Pedagang Kecewa Pansus KTR Abaikan Suara Rakyat Kecil
Aksi unjuk rasa tolak Raperda KTR di depan gedung DPRD DKI Jakarta. (Foto: RMOL/Ahmad Alfian)
rmol news logo Pedagang kecil di Jakarta kecewa atas langkah Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta yang tetap meloloskan pasal-pasal pelarangan penjualan. 

Mulai dari pelarangan penjualan produk rokok dalam radius 200-meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga mencakup warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional, pelarangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban memiliki izin khusus untuk penjualan rokok. 

“Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Apa yang sudah kami sampaikan dianggap angin lalu. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil,” ujar Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, lewat keterangan tertulisnya, Senin, 6 Oktober 2025. 

Dia berharap, draft final Raperda KTR yang akan bergulir ke eksekutif, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta, bisa dipertimbangkan ulang. Sebab pedagang warteg, warung kopi, dan sejenisnya, memohon perlindungan Gubernur Pramono Anung agar Raperda KTR nantinya tidak akan mengganggu hajat hidup UMKM. 

“Kami berharap pada eksekutif sebagai benteng terakhir, sesuai komitmen dan kami menagih janji Pak Gubernur bahwa Raperda ini tidak mengganggu UMKM. Sejalan dengan hal tersebut, kami akan konsolidasi dan koordinasi dengan seluruh pedagang untuk memastikan langkah ataupun aksi kami berikutnya,” tegas Mukroni. 

Senada Ketua Koperasi Merah Putih (Kowamart), Izzuddin Zidan menilai bahwa Raperda KTR ini menjadi beban tambahan bagi pedagang kecil. 

“Bikin ribet, jadi beban tambahan. Padahal sekarang daya beli menurun, penghasilan pas-pasan, kenapa mesti muncul aturan seperti ini. Kondisi ekonomi masih tidak stabil. Usaha masyarakat belum pulih, jangan ditambah bebannya,” ujar Zidan. 

Ia juga khawatir dengan adanya dorongan pembentukan satgas penindakan yang rawan dengan ketidaktegasan oknum dan membuka ruang negosiasi.

“Bagaimana nanti implementasinya di lapangan? Akan membuka ruang nego-nego. Ini yang menimbulkan kegelisahan dan beban bagi pedagang. Kami mohon Raperda KTR ini ditunda,” papar Zidan. 

Hingga pertengahan 2025, sebanyak 25 ribu warteg di wilayah Jabodetabek telah tutup. Jumlah ini mewakili sekitar 50 persen dari total 50.000 warteg yang sebelumnya beroperasi di kawasan tersebut. Banyak pedagang warteg mengalami kerugian berturut-turut dan pada akhirnya memilih menutup usahanya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Raperda KTR, Abdurrahman Suhaimi menyatakan, meskipun menuai banyak polemik dan pimpinan DPRD telah memberikan tambahan waktu satu bulan untuk memastikan seluruh pasal tersusun rapi, pihaknya memilih meneruskan finalisasinya.  

"Kalau misalnya dua hari ini selesai, ya sudah selesai. Kita masih diberikan waktu satu bulan, tapi kalau hari ini selesai ya hari ini selesai, kalau besok ya besok selesai. Tambahan waktu itu hanya untuk finalisasi teknis, bukan membuka kembali pembahasan secara substantial,” kata Suhaimi. rmol news logo article
EDITOR: AHMAD ALFIAN

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA