“Artinya tarif BPHTB yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah kabupaten/kota, tarifnya sudah diatur pada UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD)," kata Ahli Hukum Pajak Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adrianto Dwi Nugroho dikutip Jumat, 3 Oktober 2025.
Penerapan BPHTB atas perolehan karena warisan diatur berdasarkan peraturan daerah di masing-masing kabupaten/kota pemerintah. Termasuk jika DPRD kabupaten/kota bisa mengecualikan perolehan hak atas tanah dan atau atau bangunan karena warisan.
"Misalnya karena adanya kebijakan tertentu dari pemerintah tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU HKPD)," kata dia.
Besaran BPHTB terutang, kata dia, dihitung menggunakan
self assessment system oleh wajib pajak, dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), setelah dikurangi dengan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPT??).
Penghitungan tersebut nantinya akan melalui proses validasi oleh pejabat badan pendapatan daerah kabupaten/kota. Proses itu pun menjadi satu kesatuan dalam proses peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat pembuat akta tanah dan kantor pertanahan.
Sesuai ketentuan Pasal 95 ayat (2) UU HKPD, ketika ada wajib pajak merasa keberatan karena mengalami kesulitan finansial, maka pemerintah daerah dimungkinkan untuk memberikan pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan pajak.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai Leony harus tetap mengikuti mekanisme dan prosedur mengurus proses balik nama rumah warisan dan membayarkan BPHTB.
"Sebagai warga, kalau ada yang merasa keberatan atas pelayanan seharusnya bisa mengadu ke bagian Ombudsman di Pemkot Tangsel," kata Trubus.
BERITA TERKAIT: