Sesi pleno ini menjadi ruang penting merumuskan bagaimana warisan budaya dapat dikelola, dikembangkan, dan dihidupkan kembali sebagai bagian dari identitas serta motor penggerak inovasi di masa mendatang.
Pleno dibuka dengan pidato kunci (keynote speech) dari Ketua Dewan Penyantun Museum dan Cagar Budaya Hashim S. Djojohadikusumo. Sesi pleno ini dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, para menteri dan wamen negara sahabat; para duta besar negara sahabat, perwakilan organisasi internasional, ketua delegasi, dan tamu undangan lainnya.
Hashim dalam pidatonya menyampaikan keprihatinannya terhadap tantangan besar yang dihadapi budaya Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi, teknologi, dan media digital. Selama lebih dari satu dekade, Hashim mengaku terus memikirkan keterkaitan erat antara budaya, identitas, dan masa depan bangsa.
“Indonesia adalah persimpangan peradaban dunia sejak ribuan tahun lalu. Namun, yang diperlukan adalah keseimbangan sehat agar budaya asli kita tetap hidup dan dicintai,” kata Hashim dikutip dari keterangan pers dikutip, Jumat 5 September 2025.
Hashim mendorong pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan berinvestasi secara serius dalam penguatan budaya nasional. Dia mengusulkan supaya lembaga terkait, termasuk Danantara, mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung seniman dan kreator lokal, mulai dari animator, kartunis, dan kreator konten.
“Dukungan ini penting agar karya-karya kreatif Indonesia mampu bersaing dengan industri budaya global, sekaligus menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap warisan bangsanya sendiri,” kata Hashim dalam pleno yang dimoderatori Luh Gede Saraswati Putri yang juga Dosen Fakultas Filsafat Universitas Indonesia ini.
Setelah penyampaikan pidato kunci, pleno menghadirkan empat panelis, yakni Professor Contemporary History and Dean of Leiden-Delft-Erasmus Universities, Prof. Wim van den Doel; Associate Professor of School of Arts of Nanfang College Guangzhou, He Lu; Director of Ubud Writers & Readers Festival, Janet DeNeefe; dan Conservator of the Southeast Asian collections at Musée Guimet, Prancis, Evelise Bruneau.
BERITA TERKAIT: