Proyek yang direncanakan siap menghasilkan tenaga listrik 1000 megawatt itu kini belum jelas juntrungannya.
Hasil penelusuran
RMOL ke Desa Mekarwaru pada Minggu, 4 Mei 2025 mendapati lahan sekitar seluas 120 hektare itu kosong alias tak ada aktivitas pembangunan proyek.
Berdasarkan keterangan warga yang pernah bekerja di proyek tersebut saat ini tidak ada aktivitas lagi.
“Awalnya warga senang, tapi lama kelamaan bertanya-tanya, ini jadi apa nggak? (awalnya) Kayak betulan tapi ternyata
zonk semua. Ada beberapa pekerja belum dibayar,” kata Ujang, seorang Ketua RW yang pernah menjadi security proyek itu.
Ia lantas menyampaikan bahwa sejumlah warga mengalami beberapa kerugian dari aktivitas proyek. Mulai dari sejumlah warung yang belum dibayar hingga pekerja yang belum dibayar gajinya.
Dari Ujang pula, redaksi mendapati nama Puput Wijianti, seorang pemilik perusahaan subkontraktor yang juga sudah mengeluarkan uang hingga Rp600-700 jutaan.
Puput akhirnya membuka suara perihal proyek tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Puput tengah mengusahakan pengembalian dana yang awalnya digunakan untuk pembangunan awal proyek tersebut.
“Kita sudah somasi, somasi kedua, tinggal laporan (ke polisi) saja cuma belum jadi. PT Bhima katanya janji minggu depan, minggu depan (mau dikembalikan). Sekitar Rp600-700 jutaan tapi yang diakui mereka hanya yang masuk ke rekening mereka saja, sekitar Rp271 juta,” kata Puput saat dihubungi
RMOL, Kamis, 15 Mei 2025.
“Kita hanya Subkon, makanya saya aneh gitu, kok Subkon terus dimintain uang gitu ya, waktu itu pertama katanya untuk kerohiman. Oke lah, terus selalu menjanjikan itu besok itu jalan gitu, saya sering dijanjikan begitu terus gitu,” tambahnya.
Namun hingga kini, proyek tidak berjalan. Ia pun menangkap kesan bahwa dilibatkan subkon ini hanya untuk mengambil dana saja.
“Saya kan nggak ngerti perizinannya udah sampai di mana nih gitu? Karena kita tanya waktu, baru jawabannya berbelit-belit gitu lah sampai akhirnya saya minta mereka jujur aja,” jelasnya.
Redaksi untuk kesekian kali menghubungi pihak PT BPT terkait polemik ini.
Namun, Direktur Pelaksana PT BPT bernama Suko tidak menunjukan gelagat kooperatif saat ditanyai kelanjutan proyek.
“Sudah diurus kuasa hukum Bhima Putra pak. Silakan ke kuasa hukum, ini sudah ditangani oleh kuasa hukum PT BPT,” jawab Suko melalui pesan elektronik.
Sementara Dirut PT BPT Suwihara dalam keterangan melalui video yang diunggah kanal Youtube
Satelit TV 3 Indonesia membantah soal adanya pemberitaan telah merugikan warga.
“Kami dari PT Bhima Putra Teknik saat ini masih berjalan dalam tahap penyelesaian perizinan. Pertama itu, kenapa? Karena kita perusahaan yang selalu taat hukum dan mengerti aturan dan tidak ingin melakukan tindak pidana pelanggaran-pelanggaran peraturan baik pemerintah daerah maupun pusat,” kata Wira akrab disapa.
“Saat ini perizinan sudah 90 persen, tersisa 10 persen yang harus kita selesaikan. Saat ini kita masih berproses ke Perhutani pusat dan lain-lain,” tambahnya.
Terkait adanya pengakuan warga yang dirugikan dari adanya aktivitas proyek itu, PT BPT telah mengutus kuasa hukum untuk menelusuri di lapangan.
“Kita tidak melanggar, kalau yang dimaksud pelanggaran adalah oknum ini menyatakan bahwa kita merugikan warga. Ini kita lagi bingung, kita lagi konsultasi, koordinasi dengan para pengacara PT. Bhima, tolong diselesaikan baik-baik, kalau tidak bisa diselesaikan baik-baik tolong diambil tindakan hukum,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: