Dalam aksinya, mereka menuntut kasus dugaan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan penyalahgunaan dana ketahanan pangan yang telah mereka laporkan sejak 13 April 2024.
Koordinator Lapangan aksi, Anang Khoirul Azim, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan adanya pungutan dalam bentuk barang yang dilakukan oleh panitia PTSL.
Menurut mereka, sebelum dimulainya program PTSL, panitia meminta peserta untuk menyediakan patok dan materai untuk pemberkasan dengan total biaya mencapai Rp 104 juta untuk 1.100 peserta.
"Setiap peserta diminta menyediakan tiga patok seharga Rp 45 ribu dan empat materai senilai Rp 44 ribu, padahal setiap peserta sudah dikenakan biaya PTSL sebesar Rp 150 ribu. Total pungutan barang ini mencapai angka yang signifikan," terang Anang.
Selain dugaan pungli dalam program PTSL, massa juga melaporkan dugaan penyalahgunaan dana ketahanan pangan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan mengatasi stunting.
"Dana tersebut malah disalahgunakan untuk bisnis dengan membeli sapi yang kemudian dibesarkan dan dijual, tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat setempat," terang Anang.
Anang menegaskan, meskipun laporan mengenai kedua kasus tersebut telah disampaikan sejak April 2024, namun hingga kini tidak ada perkembangan berarti.
"Kami minta Kejari Sidoarjo untuk segera menuntaskan penyelidikan dan memberikan keadilan bagi masyarakat," tegas Anang.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, John Franky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa kedua kasus tersebut saat ini masih dalam proses pendalaman dan tim penyelidik Kejari Sidoarjo sedang bekerja untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan.
"Kami mohon waktu untuk menyelesaikan pemeriksaan kasus ini, baik terkait pungli PTSL maupun dana ketahanan pangan," terang John.[R]
BERITA TERKAIT: