Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengawasan Lemah, Indonesia Dicap AS Negara Rawan TPPO

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 17 Juli 2024, 23:21 WIB
Pengawasan Lemah, Indonesia Dicap AS Negara Rawan TPPO
Ilustrasi Foto: KM Run Zeng 03/Net
rmol news logo Indonesia kembali menempati posisi Tier-2 dalam Laporan Tahunan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri Pemerintah Amerika Serikat (AS). 

Laporan tersebut mencatat Pemerintah Indonesia tidak memenuhi standar minimum melawan perdagangan orang, tetapi telah meningkatkan upaya dalam investigasi dan penindakan yang berpotensi terjadi tindak pidana perdagangan orang, termasuk dalam sektor perikanan.

Nyatanya, peringkat tersebut tidak sesuai dengan realita pengentasan TPPO di Indonesia. Pada April dan Mei 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Dirjen Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berhasil menangkap kapal ikan Indonesia KM Mitra Utama Semesta (KM MUS) dan kapal ikan asing KM Run Zeng 03 setelah adanya dugaan terlibat dalam Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). 

Pada saat yang sama, kanal National Fisher Centre (NFC) yang dikelola oleh DFW-I menerima laporan dari Awak Kapal Perikanan (AKP) yang bekerja di KM MUS dan KM Run Zeng 03 bahwa adanya indikasi TPPO di kedua kapal ini. 

“Dugaan TPPO yang melibatkan KM MUS dan KM Run Zeng tentunya bukan satu-satunya kasus yang terjadi di sektor perikanan. Selama Juni 2023-Juli 2024, NFC juga menerima enam aduan AKP migran berpotensi menjadi korban TPPO,” ujar Human Rights Manager DFW, Miftachul dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (17/7).  

“Kasus ini membuka tabir kegagalan pemerintah Indonesia dalam mencegah, menangani, dan menindaklanjuti dugaan TPPO di sektor perikanan serta pengentasan TPPO tidak hanya membenahi tata kelola AKP migran, melainkan juga membenahi tata kelola AKP domestik sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 33 tahun 2021,” tambahnya. 

Maka dari itu, DFW-I memandang pemerintah Indonesia tidak pantas menduduki Tier-2 dan menyoroti setidaknya ada enam permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti.

Miftachul menyatakan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di laut menjadi salah satu penyebabnya.

“Laporan yang diterima NFC menunjukan bahwa korban tidak mengetahui bahwa dirinya akan bekerja di kapal perikanan asing. Berbeda dengan kasus-kasus TPPO pada umumnya, yang mana AKP secara prosedural telah mendaftarkan diri di perusahaan perekrutan untuk kemudian dipekerjakan di kapal asing,” bebernya. 

Lanjut dia, para korban terpaksa menjadi pekerja migran tidak prosedural ketika dipindah secara paksa ke KM Run Zeng 03 dan 05 di tengah Laut Arafura. 

“Seharusnya, pemerintah melalui Syahbandar Perikanan selaku otoritas yang ditugas untuk mengesahkan dan memeriksa administrasi dan keselamatan pelayaran, termasuk diantaranya Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang berisi identitas kapal, identitas pribadi, upah, daerah penangkapan, hingga alat tangkap,” imbuh dia.

Dugaan perdagangan orang juga disertai pelanggaran Undang-Undang Perikanan yang melibatkan KM Run Zeng 03 dan 05. 

Pasalnya, kedua kapal asing ini tidak memiliki izin untuk berlayar dan menangkap ikan di perairan Indonesia serta terindikasi terlibat dalam IUUF. 

“Fenomena ini menunjukan lemahnya pengawasan laut Indonesia sehingga kapal-kapal ikan asing dapat bergerak bebas, mencuri sumber daya perikanan Indonesia dan menggunakan tenaga kerja perikanan yang diupah murah. Padahal, sudah ada tujuh otoritas yang bertugas mengawasi lautan Indonesia,” jelas Miftachul.

Jika Laporan Perdagangan Orang Pemerintah Amerika Serikat mengklaim bahwa Pemerintah Indonesia mampu menginvestigasi tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di sektor perikanan. 

Namun fakta menunjukkan sebaliknya, terlihat dari dugaan terjadinya perdagangan orang yang terjadi di atas kapal KM MUS, KM Run Zeng 03 dan 05 belum mampu diinvestigasi. Pasalnya, kapal perikanan asing berbendera Rusia tersebut tercatat berada di perairan Indonesia sejak Juni 2023.

“Sehingga, tidak mungkin kapal ini dapat leluasa menangkap ikan di lautan Indonesia jika tidak ada aktor yang ‘menjamin’ aksesnya,” pungkas dia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA